Lembaga
bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument yang digunakan
untuk mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari sistem
ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem
sosial. Oleh karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks
keseluruhan keberadaan masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Islam menolak pandangan yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi merupakan ilmu yang netral-nilai.[1] Padahal ilmu ekonomi merupakan ilmu yang syarat orientasi nilai.
Sebenarnya,
bisnis secara syariah tidak hanya berkaitan dengan larangan bisnis yang
berhubungan dengan, seperti masalah alkohol, pornografi, perjudian, dan
aktivitas lain yang menurut pandangan Islam seperti tidak bermoral dan
antisosial. Akan tetapi bisnis secara syariah ditunjukan untuk
memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian tujuan sosial-ekonomi
masyarakat yang lebih baik. Bisnis secara syariah dijalankan untuk
menciptakan iklim bisnis yang baik dan lepas dari praktik kecurangan.
Dalam
segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam mempunyai
sistem perekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Syariah yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits serta dilengkapi
dengan Al Ijma dan Al Qiyas. Sistem perekonomian Islam, saat ini lebih
dikenal dengan istilah Sistem Ekonomi Syariah.
Al
Quran mengatur kegiatan bisnis bagi orang-perorang dan kegiatan ekonomi
secara makro bagi seluruh umat di dunia secara eksplisit dengan
banyaknya instruksi yang sangat detail tentang hal yang dibolehkan dan
tidak dibolehkan dalam menjalankan praktek-praktek sosial-ekonomi. Para
ahli yang meneliti tentang hal-hal yang ada dalam Al Quran mengakui
bahwa praktek perundang-undangan Al Quran selalu berhubungan dengan
transaksi. Hal ini, menandakan bahwa betapa aktivitas ekonomi itu sangat
penting menurut Al Quran.
Ekonomi
Syariah menganut faham Ekonomi Keseimbangan, sesuai dengan pandangan
Islam, yakni bahwa hak individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca
keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal
dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi
Keseimbangan merupakan faham ekonomi yang moderat tidak menzalimi
masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada
masyarakat kapitalis. Di samping itu, Islam juga tidak menzalimi hak
individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam
mengakui hak individul dan masyarakat.
Dari
kajian-kajian yang telah dilakukan, ternyata Sistem Ekonomi Syariah
mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal kehidupan,
namun sebagian umat Islam, tidak menyadari hal itu karena masih berpikir
dengan kerangka ekonomi kapitalis-sekuler, sebab telah berabad-abad
dijajah oleh bangsa Barat, dan juga bahwa pandangan dari Barat selalu
lebih hebat. Padahal tanpa disadari ternyata di dunia Barat sendiri
telah banyak negara mulai mendalami sistem perekonomian yang berbasiskan
Syariah.
Lembaga
Keuangan Syariah sebagai bagian dari Sistem Ekonomi Syariah, dalam
menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari saringan
Syariah. Oleh karena itu, Lembaga Keuangan Syariah tidak akan mungkin
membiayai usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang
diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas,
berkaitan dengan perbuatan mesum/ asusila, perjudian, peredaran narkoba,
senjata illegal, serta proyek-proyek yang dapat merugikan syiar Islam.
Untuk itu dalam struktur organisasi Lembaga Keuangan Syariah harus
terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk dan
operasional lembaga tersebut.
Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor
prinsip-prinsip:
Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor
prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak
2.
Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan
pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra
usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
3.
Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan
secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat
mengetahui kondisi dananya;
4.
Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan
dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil
alamin.
Lembaga
Keuangan Syariah, dalam setiap transaksi tidak mengenal bunga, baik
dalam menghimpun tabungan investasi masyarakat ataupun dalam pembiayaan
bagi dunia usaha yang membutuhkannya. Menurut Dr. M. Umer Chapra ,
penghapusan bunga akan menghilangkan sumber ketidakadilan antara
penyedia dana dan pengusaha. Keuntungan total pada modal akan dibagi di
antara kedua pihak menurut keadilan. Pihak penyedia dana tidak akan
dijamin dengan laju keuntungan di depan meskipun bisnis itu ternyata
tidak menguntungkan.
Sistem
bunga akan merugikan penghimpunan modal, baik suku bunga tersebut
tinggi maupun rendah. Suku bunga yang tinggi akan menghukum pengusaha
sehingga akan menghambat investasi dan formasi modal yang pada akhirnya
akan menimbulkan penurunan dalam produktivitas dan kesempatan kerja
serta laju pertumbuhan yang rendah. Suku bunga yang rendah akan
menghukum para penabung dan menimbulkan ketidakmerataan pendapatan dan
kekayaan, karena suku bunga yang rendah akan mengurangi rasio tabungan
kotor, merangsang pengeluaran konsumtif sehingga akan menimbulkan
tekanan inflasioner, serta mendorong investasi yang tidak produktif dan
spekulatif yang pada akhirnya akan menciptakan kelangkaan modal dan
menurunnya kualitas investasi.
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah;
1. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah;
2.
Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga
Keuangan Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan
kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur;
3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
4.
Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan
prinsip kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi
komersial, dan pinjam-meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi sosial;
5.
Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak
menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam
Dalam
membangun sebuah usaha, salah satu yang dibutuhkan adalah modal. Modal
dalam pengertian ekonomi syariah bukan hanya uang, tetapi meliputi
materi baik berupa uang ataupun materi lainnya, serta kemampuan dan
kesempatan. Salah satu modal yang penting adalah sumber daya insani yang
mempunyai kemampuan di bidangnya.
Sumber Daya Insani (SDI) yang dibutuhkan oleh sebuah lembaga keuangan syariah, adalah seorang yang mempunyai kemampuan profesionalitas yang tinggi, karena kegiatan usaha lembaga keuangan secara umum merupakan usaha yang berlandaskan kepada kepercayaan masyarakat.
Untuk SDI lembaga keuangan syariah,
selain dituntut memiliki kemampuan teknis perbankan juga dituntut untuk
memahami ketentuan dan prinsip syariah yang baik serta memilik akhlak
dan moral yang Islami, yang dapat dijabarkan dan diselaraskan dengan
sifat-sifat yang harus dipenuhi, yakni:
· -Siddiq, yakni bersikap jujur terhadap diri sendiri, terhadap orang, dan Allah SWT;
-Istiqomah, yakni bersikap teguh, sabar dan bijaksana;
-Istiqomah, yakni bersikap teguh, sabar dan bijaksana;
· -Fathonah, yakni professional, disiplin, mentaati peraturan, bekerja keras, dan
inovatif;
-Amanah, yakni penuh tanggungjawab dan saling menghormati dalam menjalankan tugas dan melayani mitra usaha;
inovatif;
-Amanah, yakni penuh tanggungjawab dan saling menghormati dalam menjalankan tugas dan melayani mitra usaha;
· -Tabligh, yakni bersikap mendidik, membina, dan memotivasi pihak lain untuk
meningkatkan fungsinya sebagai kalifah di muka bumi.
meningkatkan fungsinya sebagai kalifah di muka bumi.
Selain peningkatan kompetensi dan profesionalisme
melalui pendidikan dan pelatihan, perlu juga diciptakan suasana yang
mendukung di setiap lembaga keuangan syariah, tidak terbatas hanya pada
layout serta physical performance, melainkan juga nuansa non fisik yang
melibatkan gairah Islamiyah.
Hal ini perlu dilakukan sebagai environmental
enforcement, mengingat agar sumber daya yang telah belajar dan
mendapatkan pendidikan serta pelatihan yang baik, ketika masuk ke dalam
pekerjaannya menjadi sia-sia karena lingkungannya tidak mendukung.
Bisnis berdasarakan syariah di negeri ini tampak
mulai tumbuh. Pertumbuhan itu tampak jelas pada sektor keuangan. Dimana
kita telah mencatat tiga bank umum syariah, 78 BPR Syariah, dan lebih
dari 2000 unti Baitul Mal wa Tamwil. Lembaga ini telah mengelola berjuta
bahkan bermiliar rupiah dana masyarakat sesuai dengan prinsip syariah.
Lembaga keuangan tersebut harus beroperasi secara ketat berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Prinsip ini sangat berbeda dengan prinsip yang
dianut oleh lembaga keuangan non-syariah.
Adapun prinsip-prinsip yang dirujuk adalah:[2]
1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi
2. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal.
3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
4. Larangan menjalankan monopoli.
5. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.
B. Lembaga Keuangan Syariah
Di atas telah disebutkan bahwa lembaga keuangan syariah bukan hanya bank, secara garis besar dapat digambarkan di bawah ini lembaga-lembaga keuangan syariah yang ada, yaitu:
1. Bank Syariah
i. Pengertian
Bank
merupakan suatu lembaga keuangan yang mempunyai fungsi utamanya adalah
menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang, pada awalnya istilah bank memang tidak di dikenal di dunia islam, yang lebih dikenal adalah jihbiz yang mempunyai arti penagih pajak yang pada waktu itu jihbiz dikenal dengan penagih dan penghitung pajak pada benda yang kena pajak yaitu barang dan tanah.
Pada
zaman Bani Abbasiyyah, jihbiz lebih dikenal dengan profesi penukaran
uang yang pada waktu itu diperkenalkan mata uang yang dikenal dengan
fulus yang terbuat dari tembaga, dengan adanya fulus para gubernur
pemerintahan cenderung mencetak fulusnya masing-masing sehingga akan
berbeda-beda nilai dari fulus tersebut, kemudian ada sistem penukaran
uang. Selain melakukan penukaran uang jihbiz juga menerima titipan dana,
meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang.
ii. Sejarah Bank Syariah
Ide
untuk menggunakan bank dengan sistem bagi hasil telah muncul sejak lama
dan ditandai dengan munculnya para pemikir islam yang menulis mengenai
bank syariah, mereka diantaranya Anwar Quraeshi (1946), Naiem Siddiqi
(1948), dan Mahmud Ahmad (1952) dan ditulis kembali secara terperinci
oleh Mawdudi (1961), selain itu tulisan-tulisan Muhammad Hamidullah pada
tahun 1944-1962 bisa dikatakan sebagai pendahulu mengenai perbankan
syariah.
Perkembangan
bank syariah modern tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun
1940, yang pada waktu itu adalah usaha pengelolaan dana jamaah haji
secara non-konvensional. Pada tahun 1940 di Mesir didirikan Mit Ghamr
Lokal Saving Bank oleh Ahmad El-Najar yang dibantu oleh Raja Faisal dari
Arab Saudi. Dalam jangka waktu empat tahun Mit Ghamr berkembang dengan
membuka sembilan cabang dengan nasabah mencapai satu juta orang.
Gagasan
lain muncul dari konferensi negara-negara Islam se-dunia di Kuala
Lumpur pada tanggal 21-27 April 1969 yang diikuti oleh 19 negara
peserta.
Di
Indonesia sendiri sudah muncul gagasan mengenai bank syariah pada
pertengahan 1970 yang dibicarakan pada seminar Indonesia-Timur Tengah
pada tahun 1974 dan Seminar Internasional pada tahun 1976. Bank syariah
pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat yang merupakan hasil kerja tim
Perbankan MUI yang ditandatangani pada tanggal 1 Nopember 1991.
iii. Produk-produk Bank Syariah
Secara
garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga yaitu
Produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana, dan produk jasa yang
diberikan bank kepada nasabahnya.
· Penyaluran Dana
o Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Jual
beli dilaksanakan karena adanya pemindahan kepemilikan barang.
Keuntungan bank disebutkan di depan dan termasuk harga dari harga yang
dijual. Terdapat tiga jenis jual beli dalam pembiayaan modal kerja dan
investasi dalam bank syariah, yaitu:
· Ba’i
Al Murabahah: Jual beli dengan harga asalditambah keuntugan yang
disepakati antara pihak bank dengan nasabah, dalam hal ini bank
menyebutkan harga barang kepada nasabah yang kemudian bank memberikan
laba dalam jumlah tertentu sesuai dengan kesepakatan.
· Ba’i
Assalam: Dalam jual beli ini nasabah sebagai pembeli dan pemesan
memberikan uangnya di tempat akad sesuai dengan harga barang yang
dipesan dan sifat barang telah disebutkan sebelumnya. Uang yang tadi
diserahkan menjadi tanggungan bank sebagai penerima pesanan dan
pembayaran dilakukan dengan segera.
· Ba’i
Al Istishna: Merupakan bagian dari Ba’i Asslam namun ba’i al ishtishna
biasa digunakan dalam bidang manufaktur. Seluruh ketentuan Ba’i Al
Ishtishna mengikuti Ba’i Assalam namun pembayaran dapat dilakukan
beberapa kali pembayaran.
o Prinsip Sewa (Ijarah)
Ijarah
adalah kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui
sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa. Dalam
hal ini bank meyewakan peralatan kepada nasabah dengan biaya yang telah
ditetapkan secara pasti sebelumnya.
o Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Dalam prinsip bagi hasil terdapat dua macam produk, yaitu:
· Musyarakah:
Adalah salah satu produk bank syariah yang mana terdapat dua pihak atau
lebih yang bekerjasama untuk meningkatkan aset yang dimiliki bersama
dimana seluruh pihak memadukan sumber daya yang mereka miliki baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud. Dalam hal ini seluruh pihak yang
bekerjasama memberikan kontribusi yang dimiliki baik itu dana, barang,
skill, ataupun aset-aset lainnya. Yang menjadi ketentuan dalam
musyarakah adalah pemilik modal berhak dalam menetukan kebijakan usaha
yang dijalankan pelaksana proyek.
· Mudharabah:
Mudharabah adalah kerjasama dua orang atau lebih dimana pemilik modal
memberikan memepercayakan sejumlah modal kepada pengelola dengan
perjanjian pembagian keuntungan. Perbedaan yang mendasar antara
musyarakah dengan mudharabah adalah kontribusi atas manajemen dan
keuangan pada musyarakah diberikan dan dimiliki dua orang atau lebih,
sedangkan pada mudharabah modal hanya dimiliki satu pihak saja.
· Penghimpun Dana
Produk
penghimpunan dana pada bank syariah meliputi giro, tabungan, dan
deposito. Prinsip yang diterapkan dalam bank syariah adalah:
o Prinsip Wadiah
Penerapan
prinsip wadiah yang dilakukan adalah wadiah yad dhamanah yang
diterapkan pada rekaning produk giro. Berbeda dengan wadiah amanah,
dimana pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta
titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Sedangkan
pada wadiah amanah harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang
dititipi.
o Prisip Mudharabah
Dalam
prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik
modal sedangkan bank bertindak sebagai pengelola. Dana yang tersimpan
kemudian oleh bank digunakan untuk melakukan pembiayaan, dalam hal ini
apabila bank menggunakannya untuk pembiayaan mudharabah, maka bank
bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan, maka prinsip mudharabah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
· Mudharabah
mutlaqah: prinsipnya dapat berupa tabungan dan deposito, sehingga ada
dua jenis yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Tidak ada
pemabatasan bagi bank untuk menggunakan dana yang telah terhimpun.
· Mudharabah
muqayyadah on balance sheet: jenis ini adalah simpanan khusus dan
pemilik dapat menetapkan syarat-syarat khusus yang harus dipatuhi oleh
bank, sebagai contoh disyaratkan untuk bisnis tertentu, atau untuk akad
tertentu.
· Mudharabah
muqayyadah off balance sheet:Yaitu penyaluran dana langsung kepada
pelaksana usaha dan bank sebagai perantara pemilik dana dengan pelaksana
usaha. Pelaksana usaha juga dapat mengajukan syarat-syarat tertentu
yang harus dipatuhi bank untuk menentukan jenis usaha dan pelaksana usahanya.
· Jasa Perbankan
Selain
dapat melakukan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga
dapat memberikan jasa kepada nasabah dengan mendapatan imbalan berupa
sewa atau keuntungan, jasa tersebut antara lain:
o Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Adalah
jual beli mata uang yang tidak sejenis namun harus dilakukan pada waktu
yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan untuk jasa jual beli
tersebut.
o Ijarah (Sewa)
Kegiatan
ijarah ini adalah menyewakan simpanan (safe deposit box) dan jasa
tata-laksana administrasi dokumen (custodian), dalam hal ini bank
mendapatkan imbalan sewa dari jasa tersebut.
2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah
i. Pengertian
Menurut undang-undang (UU)
Perbankan No. 7 tahun 1992, BPR adalah lembaga keuangan yang menerima
simpanan uang hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan, dan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dalam bentuk itu dan menyalurkan dana
sebagai usaha BPR. Pada UU Perbankan No. 10 tahun 1998, disebutkan bahwa
BPR adlah lemabaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
Pengaturan
pelaksanaan BPR yang menggunakan prinsip syariah tertuang pada surat
Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/tentang Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah tanggal 12 Mei 1999. Dalam hal ini pada
teknisnya BPR syariah beroperasi layaknya BPR konvensional namun
menggunakan prinsip syariah.
ii. Sejarah
BPR
merupakan penjelmaan dari Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank
Pegawai Lumbung Nagari (LPN), Lembaga perkreditan Desa (LPD), Badan
Kredit Desa (BKD), Bada Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat
Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan atau lembaga lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Lembaga-lembaga
keuangan yang disebutkan merupakan lembaga yang berpengaruh atas
berdirinya BPR Syariah, keberadaan lembaga keuangan tersebut memunculkan
pemikiran untuk mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang berdiri
pada tahun 1992, namun pada kenyatannya cakupan wilayah untuk BMI sangat
terbatas pada wilayah tertentu seperti kecamatan, kabupaten, dan desa.
Maka dalam hal ini diperlukan adanya BPR untuk menangani masalah
keuangan di wilayah-wilayah yang tidak dijangakau oleh BMI.
Pada
awalnya ditetapkan tiga lokasi untuk mendirikan BPR Syariah, yaitu PT
BPR Dana Mardhatillah di Kecamatan Margahayu-Bandung, PT BPR Berkah Amal
Sejahtera di Kecamatan Padalarang-Bandung, dan PT BPR Amanah Rabbaniyah
di Kecamatan Banjaran-Bandung. Ketiga BPR tersebut mendapatkan izin
prinsip Menteri Keuangan RI pada tanggal 8 Oktober 1990.
iii. Tujuan
Tujuan didirikannya BPR Syariah adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang pada umumnya di daerah pedesaan.
b. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
c. Membina semangat ukhuwah islamiyyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai.
Untuk mencapai tujuan operasional BPR Syariah tersebut diperlukan strategi operasional sebagai berikut:
a. BPR
Syariah tidak bersifat menunggu terhadapa datangnya permintaan
fasilitas melainkan bersifat aktif dengan melakukan
sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha berskala kecil yang perlu
dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik.
b. BPR Syariah memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil.
c. BPR Syariah mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan.
iv. Usaha-usaha BPR Syariah
Usaha BPR Syariah untuk melangsungkan kegiatan operasionalnya antara lain:
a. Menghimpun
dana dari masyarakat dalam simpanan deposito berjangka, tabungan, dan
atau bentuk tabungan lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b. Menyediakan
pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Menempatkan
dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka,
serifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
UU
BPR Syariah kemudian dipertegas dalam kegiatan operasional BPR Syariah
dalam pasal 27 SIK DIR. BI 32/36/1999, sebagai berikut:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi:
· Tabungan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
· Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
· Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadiah atau mudharabah.
b. Melakukan penyaluran dana melalui:
· Transaksi jual beli melalui prinsip murabahah, istishna, salam, ijarah, dan jual beli lainnya.
· Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah, dan bagi hasil lainnya.
· Pembiayaan lain berdasarkan prinsip rahn dan qardh.
c. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPR Syariah sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah Nasional.
3. Pegadaian Syariah
i. Rukun dan Syarat Transaksi Gadai:
i.i Rukun Gadai
a. Ada ijab dan qabul (shigat).
b. Terdapat orang yang berakad adalah yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin).
c. Ada jaminan (marhum) berupa barang / harta.
d. Utang (marhun bih).
i.ii. Syarat Sah Gadai
a. Shigat
b. Orang yang berakad
c. Barang yang dijadikan pinjaman
d. Utang (marhun bih)
ii. Hak dan Kewajiban Pihak yang Berakad
ii.i Penerima Gadai (Murtahin)
Hak
· Apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, murtahirin berhak untuk menjual marhun
· Untuk menjaga keselamatan marhun, pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang dikeluarkan
· Pemegang gadai berhak menahan barang gadai dari rahin, selama pinjaman belum dilunasi
Kewajiban
· Apabila terjadi sesuatu (hilang ataupun cacat) terhadap marhun akibat dari kelalaian, maka murtahin harus bertanggung jawab
· Tak boleh menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi
· Sebelum diadakan pelelangan marhun harus ada pemberitahuan kepada rahin
ii.ii. Pemberi Gadai
Hak
· Setelah pelunasan pinjaman, rahin berhak atas barang gadai yang ia serahkan kepada murtahin
· Apabila terjadi kerusakan atau hilangnya barang gadai akibat kelalaian murtahin, rahin menuntut ganti rugi atas marhun
· Setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya, rahin berhak menerima sisa hasil penjualan mahun
· Apabila diketahui terdapat penyalahgunaan marhun oleh murtahin, maka rahin berhak untuk meminta marhunnya kembali
Kewajiban
· Melunasi pinjaman yang telah diterima serta biaya-biaya yang ada didalam kurun waktu yang telah ditentukan
· Apabila
dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tak dapat melunasi
pinjamannya, maka harus merelakan penjalan atas marhun miliknya
iii. Akad Perjanjian Transaksi Gadai
iii.i Qadr al-Hasan
Akad
ini digunakan nasabah untuk tujuan komsumtif. Oleh karena itu nasabah
akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadaian kepada
pegadai.
iii.ii Mudharabah
Akad ini diberikan bagi nasabah yang ingin memperbesar modal usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif.
iii.iii Ba’i Muqayyadah
Akad ini diberikan bagi nasabah untuk keperluan yang bersifat produktif.
iii.iv Ijarah
Obyek dari akad ini adalah pertukaran manfaat tertentu, bentuknya adalah murtahin menyewakan tempat penyimpanan barang.
iv. Mekanisme Operasional Pegadaian Syariah
Teknis pelaksanaan kegiatan pegadaian syariah adalah, sebagai berikut :
iv.i Jenis barang yang digadaikan
· Perhiasan
· Alat-alat rumah tangga, dapur, makan-minum, kebun, dan sejenisnya
· Kendaraan
iv.ii Biaya biaya
· Biaya administrasi pinjaman
· Jasa simpanan
iv.iii Sistem cicilan atau perpanjangan
iv.iv Ketentuan pelunasan pinjaman dan pengambilan barang gadai
No.
|
Besarnya Taksiran
|
Nilai Taksiran
|
Biaya Administrasi
|
Tarif Jasa Simpanan
|
Kelipat -an
|
A
|
100.000 - 500.000
|
500000
|
5.000
|
45
|
10
|
B
|
510.000 - 1.000.000
|
> 500.000 – 1.000.000
|
6.000
|
225
|
50
|
C
|
1.050.000 – 5.000.000
|
> 1.000.000 – 5.000.000
|
7.500
|
450
|
100
|
D
|
5.050.000 – 10.000.000
|
> 5.000.000 – 10.000.000
|
10.000
|
2.250
|
500
|
E
|
10.050.000
|
> 10.000.000
|
15.000
|
4.500
|
1.000
|
iv.v Proses pelelangan barang gadai
Pelelangan
baru dapat dilakukan jika nasabah tak dapat mengembalikan pinjamannya.
Teknisnya harus ada pemberitahuan 5 hari sebelum tanggal penjualan.
v. Jasa dan Produk Pegadaian Syariah
· Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai
· Penaksiran nilai barang
· Penitipan barang (ijarah)
· Gold counter
4. Asuransi Syariah
i. Pengertian
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, “insurance”. Dalam bahasa arab istilah asuransi biasa diungkapkan dengan kata at-tamin yang secara bahasa berarti tuma’ ninatun nafsi wa zawalul khauf, tenangnya jiwa dan hilangnya rasa takut.
Asuransi
menurut UU RI No.2 th. 1992 tentang usaha perasuransian, yang dimaksud
dengan asuransi yaitu perjanjian antara dua belah pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung,
dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tak pasti
atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seeseorang yang dipertanggungkan.
Sedangkan
pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak
melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai
dengan syariah.
ii. Pendapat Ulama Tentang Asuransi
Pada
ulasan asuransi, pada awalnya para ulama berbeda pendapat dalam
menentukan keabsahan praktek hukum asuransi, disanalah menjadi
controversial, dan terhadap masalah ini dapat dipilah menjadi dua
kelompok, adanya ulama yang mengharamkan asuransi, dan ada juga yang
memperbolehkan asuransi.berikut alasan / argumentasinya :
Alasan ulama yang mengharamkan praktek asuransi, adalah :
· Asuransi mengandung unsur perjudian yang sangat dilarang di islam
· Asuransi mengandung unsur ketidakpastian
· Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam
· Asuransi termasuk jual-beli atau tukar-menukar mata uang tidak secara tunai
· Asuaransi obyek bisnisnya digantungkan pada hidup matinya seseorang, yang berarti mendahului takdir Allah SWT
· Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan
Argumentasi ulama dalam memperbolehkan asuransi, adalah :
· Tidak terdapat nash Al-Qur’an atau Hadist yang melarang asuransi
· Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak
· Asuransi menguntungkan kedua belah pihak
· Asuransi mengandung unsur kepentingan umum, sebab premi-premi yang dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan
· Asuransi termasuk akad mudharobah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi
· Asuransi termasuk syirikah at-ta’awuniyah, usaha bersama yang didasarkan pada prinsip tolong-menolong
iii. Akad Pada Asuransi Syariah
Akad
pada operasional asuransi syariah dapat didasarkan pada akad tabarru’,
yaitu akad yang didasarkan atas pemberian dan pertolongan dari satu
pihak kepada pihak yang lain.
Dengan
akad tabbaru’ berarti peserta asuransi telah melakukan persetujuan dan
perjanjian dengan perusahaan asuransi untuk menyerahkan pembayaran
sejumlah dana (premi) ke perusahaan agar dikelolah dan dimanfaatkan
untuk membantu peserta lain yang kebetulan mengalami kerugian. Akad
tabarru’ ini mempunyai tujuan utama yaitu terwujudnya kondisi saling
tolong-menolong antara peserta asuransi untuk saling menanggung
(tafakul) bersama
Akad lain yang dapat diterapkan dalam bisnis asuransi adalah akad mudharabah ,
yaitu satu bentuk akad yang didasarkan pada prinsip profit dan loss
sharing atas untung dan rugi, dimana dana yang terkumpul dalam total
rekening tabungan dapat di investasikan oleh perusahaan asuransi yang
risiko investasi ditanggung bersama antara perusahaan dan nasabah.
iv. Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
No.
|
Materi Pembeda
|
Asuransi Syariah
|
Asuransi Konvensional
|
1
|
Akad
|
Tolong-menolong dan investasi
|
Jual-beli (tabaduli)
|
2
|
Kepemilikan dana
|
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) merupakan milik peserta, perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengolahnya
|
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas untuk menentukan investasinya
|
3
|
Investasi dana
|
Investasi dana berdasar syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah)
|
Investasi dana berdasarkan bunga (riba)
|
4
|
Pembayaran klaim
|
Dari rekening tabarru’ (dana sosial) seluruh peserta
|
Dari rekening dana perusahaan
|
5
|
Keuntungan
|
Dibagi antara perusahaan dengan peserta, sesuai prinsip bagi hasil
|
Seluruhnya menjadi milik perusahaan
|
6
|
Dewan pengawas syariah
|
Ada dewan pengawas syariah mengawasi manajemen, produk, dan investasi
|
Tidak ada
|
5. Baitul Maal Wattamwil (BMT)
i. Pengertian
Baitul
Maal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah lembaga
keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh
kembangkan derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir
miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh
masyarakat setempat dengan berlandaskan pada system ekonomi yang salaam.
ii. Asas dan Prinsip Dasar
Prinsip dasar BMT, adalah:
1. Ahsan
(mutu hasil terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu ’amala(memuaskan
semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salaam: keselamatan,
kedamaian, dan kesejahteraan.
2. Barokah,
artinya berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan,
transparan(keterbukaan), dan bertangggung jawab sepenuhnya kepada
masyarakat.
3. Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah)
4. Demokratis, partisipatif, dan inklusif.
5. Keadilan social dan kesetaraan jender, non-diskriminatif
6. Ramah lingkungan
7. Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya local, serta keanekaragaman budaya.
8. Keberlanjutan, memberdayakan masyarat dengan meningkatkan kemampuan diri dan lembaga masyarakat lokal.
iii. Sifat, Peran, dan Fungsi
BMT
bersifat terbuka, independen, tidak partisan, berorientasi pada
pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk mendukung bisnis ekonomi yang
produktif bagi anggota dan kesejahteraan social masyarakat sekitar,
terutama usaha mikro dan fakir miskin.
Peran BMT di masyarakat sebagai berikut :
1. Motor penggerak ekonomi dan social masyarakat banyak
2. Ujung tombak pelaksanaan system ekonomi syariah
3. Penghubung antara kaum aghnia (kaya) dan kaum dhu’afa (miskin)
4. Sarana
pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang barakah, ahsanu
‘amaia dan salaam melalui spiritual communication dengan dzikir
qalbiyah ilahiah.
Fungsi BMT di masayarakat
1. Meningkatkan
kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola menjadi lebih
professional, salaam, dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh dalam
berjuang dan berusaha menghadapi tantangan global.
2. Mengorganisir
dan memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat dapat
termanfaatkan secara optimal di dalam dan luar organisasi untuk
kepentingan rakyat banyak.
3. Mengembangkan kesempatan kerja.
4. Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-produk anggota
5. Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi dan sosial rakyat banyak.
iv. Pendirian BMT
BMT dapat didirikan oleh :
1. Sekurang-kurangnya 20 orang.
2. Satu pendiri dengan lainnya sebaiknya tidak memiliki hubungan keluarga vertical dan horizontal satu kali.
3. Sekurang-kurangnya 70% anggota pendiri bertempat tinggal di sekitar daerah kerja BMT.
4. Pendiri dapat bertambah dalam tahun-tahun kemudian jika disepakati oleh rapat para pendiri.
v. Permodalan BMT
Modal BMT terdiri dari :
1. Simpanan pokok.
2. Simpanan Pokok Khusus.
vi. Mekanisme kerja BMT
Cara kerja BMT adalah sebagai berikut :
1. Pendamping
atau beberapa pemrakarsa yang mengetahui tentang BMT, menyampaikan dan
menjelaskan idea tau gagasan ini kepada rekan-rekannya sebagai upaya
untuk menarik beberapa orang sebagai pemrakarsa awal hingga mencapai
lebih dari 20 orang.
2. Dua
puluh orang atau lebih tersebut kemudian menyepakati pendirian BMT di
desa, kecamatan, pasar, atau masjid dan bersepakat mengumpulkan modal
awal pendirian BMT.
3. Modal
awal kemudian ditentukan sesuai dengan kesepakata bersama (tidak harus
sama jumlahnya antara pemrakarsa, hingga mencapai jumlah yang telah
ditentukan untuk pendirian sebuah BMT).
4. Pemrakarsa membuat rapat untuk memilih pengurus BMT.
5. Pengurus
BMT kemudian merapatkan dan merekrut pengelola/ manajemen BMT dari
lingkungan tersebut yang memiliki sifat sidiq, amanah, fathanah dan
benar-benar menguasai visi, misi, tujuan dan usaha-usaha BMT, serta
memiliki keinginan keras dan dengan sepenuh hati untuk mengembangkan
BMT.
6. Penggurus
BMT menghubungi PINBUK setempat untuk memberikan pelatihan kepada calon
pengelola/manajemen BMT tersebut(umumnya 2 minggu pelatihan dan
magang).
7. Pengelola
yang telah diberi pelatihan kemudian membuka kantor dan menjalankan
BMT, dengan giat menggalakan simpanan masyarakat dan memberikan
pembiayaan pada usaha mikro dan kecil di sekitarnya.
8. Pembiayaan
pada usaha mikro dilakukan dengan menerapkan system bagi hasil yang
disampaikan sesuai dengan akad yang telah disepakati.
9. Hasil
dari bagi hasil ini kemudian digunakan oleh para pengelola untuk
membayar honor para pengelola dan membayar kegiatan operasional BMT.
10. Hasil
dari bagi hasil juga digunakan untuk membayar bagi hasil kepada
penyimpanan data, diupayakan agar nilai bagi hasil yang diperoleh para
penyimpan dana bias lebih besar dari bunga bank konvensional.
6. Pasar Modal Syariah
i. Pengertian
Istilah
sekuritas (securities) seringkali disebut juga dengan efek, yakni
sebuah nama kolektif untuk macam-macam surat berharga, misalnya saham,
obilgasi, surat hipotik, dan jenis surat lain yang membuktikan hak milik
atas sesuatu barang. Dengan istilah yang hampir sama, sekuritas juga
dapat dipahami sebagai promissory notes/commercial bank notes yang
menjadi bukti bahwa satu pihak mempunyai tagihanpada pihak
lain. Adapun,yang dimaksud dengan sekuritas syariah atau efek syariah
adalah efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara
penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah.
Diantara
bank-bank islam yang ada, terdapat dua pendapat yang berbeda dalam
menyikapi surat berharga. Pertama, mayoritas bank islam menolak
perdagangan surat berharga. Kedua, bank islam di Malaysia, dalam
beberapa kondisi termasuk juga bank islam di Indonesia, menerima
transaksi surat berharga.
Alasan
penyangkalan mereka yang enolak surat berharga adalah karena di
dalamnya terkandung bai ad-dyn (jual beli utang). Sementara itu islam
secara tegas telah engharamkan jual beli utang. Reaksi yang berbeda
dikemukakan oleh pendapat kedua, yakni mereka yang mengabsahkan
transaksi surat berharga. Umumnya mereka menyandarkan pada prinsip bahwa
surat berharga tersebut haruslah di endors(dijamin) oleh pihak
penerbit, kemudian surat berharga tersebut haruslah timbul dari
aktivatas yang tidak bertentangan dengan syariah. Jadi, selama kedua hal
ini tidak dilanggar, tarnsaksi surat berharga menjadi sah karenanya.
Terlepas
bagaimanapun reaksi yang diungkapkan oleh umat. Yang pasti, islam
sangat menganjurkan umatnya untuk melakukan aktifitas ekonomi
(mu’amalah) dengan cara yang benar dan baik, serta melarang penimbunan
barang, atau membiakan harta menjadi tidak produktif, sehingga aktifitas
ekonomi yang dilakukan depat meningkatkan ekonomi umat. Tujuan utamanya
adalah untuk memproleh keuntungan (falah), baik materi maupun non
materi, dunia dan akhirat. Sementara itu, segala bentuk aktivitas
ekonomi yang dilakukan haruslah berdasarkan suka sama suka, berkeadilan,
dan tidak saling merugikan.
Karena
itu sehubungan dengan pembahasan sekuritas syariah ini, ada tiga
kategori sekuritas. Pertama, segala jenis sekuritas yang menawarkan
predetermined fixed income tidak diperbolehkan dalam islam, karena
termasuk kategori riba. Dengan demikian, interest bearing security baik
long term maupun short term. Akan masuk daftar instrument investasi yang
tidak sah. Saham preferen (preference stock), debenture, treasury
securities and consul, dan commercial papers masuk dalam kategori ini.
Kategori
kedua, sekuritas- sekuritas yang berbeda dalam grey area (questionable)
karena dicurigai sarat dengan gharar, meliputi produk-produk derivates,
seperti forward, future dan juga options.
Kategori
ketiga, yakni sekuritas yang diperbolehkan, baik secara penuh maupun
dengan catatan-catatan meliputi, saham, dan islmic bonds, profit loss
sharing based, government securities, penggunaan institusi pasar
sekunder dan mekanismenya semisal margin trading. Karena sering seklai
catatan-catatannya begitu dominan.
7. Reksa Dana Syariah
Reksa
dana diartikan sebagai wadah yang dipergunkanan untuk menghimpun dana
dari masyarakat investor untuk selanjutnya diinvestasikan dalam
portofolio efek oleh manajer investasi. Reksa dana merupakan investasi
campuran yang menggabungkan saham dan obligasi dalam satu produk.
Sedangkan
Reksa Dana Syariah merupakan sarana investasi campuran yang
menggabungkan saham dan obligasi syariah dalam satu produk yang dikelola
oleh manajer investasi. Manajer investasi menawarkan Reksa Dana Syariah
kepada para investor yang berminat, sementara dana yang diperoleh dari
investor tersebut dikelola oleh manajer investasi untuk ditanamkan dalam
saham atau obligasi syariah yang dinilai menguntungkan.
Keuntungan Investasi Melalui Reksa Dana
1. Diversifikasi investasi
Diversifikasi
yang terwujud dalam bentuk portofolio akan menurunkan tingkat resiko.
Reksa Dana melakukan diversifikasi dalam berbagai instrumen efek,
sehingga dapat menyebarkan resiko atau memperkecil resiko. Investor
walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat melakukan
diversifikasi investasi dalam efek sehingga dapat memperkecil risiko.
Hal ini berbeda dengan pemodal individual yang misalnya hanya dapat
membeli satu atau dua jenis efek saja.
2. Kemudahan Investasi
Reksa Dana mempermudah investor untuk melakukan investasi di pasar modal. Kemudahan investasi tercermin dari
kemudahan pelayanan administrasi dalam pembelian maupun penjualan
kembali unit penyertaan. Kemudahan juga diperoleh investor dalam
melakukan reinvestasi pendapatan yang diperolehnya sehingga unit
penyertaannya dapat terus bertambah.
3. Efisiensi Biaya dan Waktu
Karena
reksa dana merupakan kumpulan dana dari banyak investor, maka biaya
investasinya akan lebih murah bila dibandingkan jika investor melakukan
transaksi secara individual di bursa. Pengelolaan yang dilakukan oleh
manajer investasi secara profesional, tidak perlu bagi bagi investor
untuk memantau sendiri kinerja investasinya tersebut.
4. Likuiditas
Pemodal
dapat mencairkan kembali saham / unit penyertaan setiap saat sesuai
ketetapan yang dibuat masing-masing reksa dana, sehingga memudahkan
investor untuk mengelola hasilnya. Reksa dana wajib membeli kembali unit
penyertaannya, sehingga sifatnya menjadi likuid.
5. Transparansi Informasi
Reksa
dana diwajibkan memberikan informasi atas perkembangan portofolio dan
biayanya, secara berkala dan kontinyu, sehingga pemegang unit penyertaan
dapat memantau keuntungan, biaya dan resikonya.
Risiko Investasi dengan Reksa Dana
1. Risiko berkurangnya nilai unit penyertaan.
Risiko
ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari efek (saham, obligasi, dan
surat berharga lainnya) yang masuk dalam portofolio reksa dana tersebut.
2. Risiko Likuiditas
Risiko
ini menyangkut kesulitan yang dihadapi manajer investasi jika sebagian
besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas
unit-unit yang dipegangnya. Manajer investasi akan mengalami kesulitan
dalam menyediakan uang tunai atas redemption tersebut.
3. Risiko Politik dan Ekonomi
Perubahan
kebijakan ekonomi politik dapat mempengaruhi kinerja bursa dan
perusahaan sekaligus. Dengan demikian harga sekuritas akan terpengaruh
yang kemudian mempengaruhi portofolio yang dimiliki reksa dana.
4. Risiko Pasar
Hal
ini terjadi karena sekuritas di pasar efek memang berfluktuasi sesuai
dengan kondisi ekonomi secara umum. Terjadinya fluktuasi di pasar efek
akan berpengaruh langsung pada nilai bersih portofolio, terutama jika
terjadi koreksi atau pergerakan negatif.
5. Risiko Inflasi
Terjadinya inflasi akan menyebabkan menurunnya total real return
investasi. Pendapatan yang diterima dari investasi dalam reksa dana
bisa jadi tidak dapat menutup kehilangan karena menurunnya daya beli (loss of purchasing power).
6. Risiko Nilai Tukar
Risiko
ini dapat terjadi jika terdapat sekuritas luar negeri dalam portofolio
yang dimiliki. Pergerakan nilai tukar akan mempengaruhi nilai sekuritas
yang termasuk foreign invesment setelah dilakukan konversi dalam mata uang domestik.
7. Risiko Spesifik
Risiko
ini adalah risiko dari setiap sekuritas yang dimiliki. Disamping
dipengaruhi pasar secara keseluruhan, setiap sekuritas mempunyai risiko
sendiri-sendiri. Setiap sekuritas dapat menurun nilainya jika kinerja
perusahaannya sedang tidak bagus, atau juga adanya kemungkinan mengalami default, tidak dapat membayar kewajibannya.
Dilihat dari portofolio investasinya atau kemana kumpulan dana diinvestasikan, reksa dana dapat dibedakan menjadi :
1. Reksa dana pasar Uang
Reksa
dana jenis ini hanya melakukan investasi pada efek bersifat utang
dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Tujuannya adalah untuk
menjaga likuiditas dan menjaga modal.
2. Reksa Dana Pendapatan Tetap
Reksa
dana jenis ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari
aktivanya dalam bentuk efek bersifat utang. Reksa dana ini memiliki
risiko yang relatif lebih besar dari pada Reksa Dana Pasar Uang.
Tujuannya adalah untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil.
3. Reksa Dana Saham
Reksa dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80%
dari aktivanya dalam bentuk efek bersifat ekuitas. Karena investasinya
dilakukan pada saham, maka risikonya lebih tinggi dari dua jenis reksa
dana sebelumnya namun menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi.
4. Reksa Dana Campuran
Reksa
dana jenis ini melakukan investasi dalam efek bersifat ekuitas (contoh:
saham) dan efek bersifat utang (contoh : obligasi).
Reksa
Dana Syariah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kelompok investor yang
menginginkan memperoleh pendapatan investasi dari sumber dan cara yang
bersih dapat dipertanggungjawabkan secara religius yang memang sejalan
dengan prinsip syariah.
Reksa
Dana Syariah dapat mengambil bentuk seperti reksa dana konvensional.
Namun memilki perbedaan dalam operasionalnya, dan yang paling tampak
adalah proses screening
dalam mengontruksi portofolio. Filterisasi menurut prinsip syariah akan
mengeluarkan saham yang memiliki aktivitas haram seperti riba, gharar,
minuman keras, judi, daging babi, rokok, prostitusi, pornografi dan
seterusnya. Reksa Dana Syariah di dalam investasinya tidak hanya
bertujuan untuk mendapatkan return
yang tinggi. Tidak hanya melakukan maksimalisasi kesejahteraan yang
tinggi terhadap pemilik modal, tetapi memperhatikan pula bahwa
portofolio yang dimiliki tetap berada pada aspek investasi pada
perusahaan yang memiliki produk halal dan baik yang tidak melanggar
aturan syariah.
Perbedaan Reksa dana Syariah dan Konvensional
Ada
beberapa hal yang membedakan antara reksa dana konvensional dan reksa
dana syariah. Dan tentunya ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan
dalam investasi syariah ini.
a. Kelembagaan
Dalam
syariah islam belum dikenal lembaga badan hukum seperti sekarang. Tapi
lembaga badan hukum ini sebenarnya mencerminkan kepemilkikan saham dari
perusahaan yang secara syariah diakui. Namun demikian, dalam hal reksa
dana syariah, keputusan tertinggi dalam hal keabsahan produk adalah
Dewan Pengawas syariah yang beranggotakan beberapa alim ulama dan ahli
ekonomi syariah yang direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia. Dengan begitu proses didalam akan
terus diikuti perkembangannya agar tidak keluar dari jalur syariah yang
menjadi prinsip investasinya.
b. Hubungan Investor dan Perusahaan
Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut karena kecurangan atau kelalaian pengelola maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Dalam hal ini transaksi jual beli, saham-saham dalam reksa dana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksa dana syariah merupakan yang harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah. Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi saham karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply and demand. Semua saham yang dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.
Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut karena kecurangan atau kelalaian pengelola maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Dalam hal ini transaksi jual beli, saham-saham dalam reksa dana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksa dana syariah merupakan yang harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah. Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi saham karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply and demand. Semua saham yang dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.
c. Kegiatan Investasi Reksa Dana
Dalam
melakukan kegiatan investasi reksa dana syariah dapat melakukan apa
saja sepanjang tidak bertentangan dengan syariah, diantara investasi
tidak halal yang tidak boleh dilakukan adalah investasi dalam bidang
perjudian, pelacuran, pornografi, makanan dan minuman yang diharamkan,
lembaga keuangan ribawi dan lain-lain yang ditentukan oleh Dewan
Pengawas Syariah. Dalam kaitannya dengan saham-saham yang diperjual
belikan dibursa saham, BEJ sudah mengeluarkan daftar perusahaan yang
tercantum dalam bursa yang sesuai dengan syariah Islam atau saham-saham
yang tercatat di Jakarta Islamic Index (JII). Dimana saham-saham yang
tercantum didalam indeks ini sudah ditentukan oleh Dewan Syariah.
Dalam
melakukan transaksi reksa dana syariah tidak diperbolehkan melakukan
tindakan spekulasi, yang didalamnya mengandung gharar seperti penawaran
palsu dan tindakan spekulasi lainnya.
8. Obligasi Syariah
Obligasi
syariah di dunia internasional dikenal dengan sukuk. Sukuk berasal dari
bahasa Arab “sak” (tunggal) dan “sukuk” (jamak) yang memiliki arti
mirip dengan sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk
merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sebuah sukuk mewakili kepentingan,
baik penuh maupun proporsional dalam sebuah atau sekumpulan aset.
Berbeda
dengan konsep obligasi konvensional selama ini, yakni obligasi yang
bersifat hutang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga, obligasi
syariah adalah suatu surat berharga berjangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah
yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang
obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali
dana obligasi pada saat jatuh tempo (lihat Fatwa DSN, 2004).
Jika
ditinjau dari aspek akad, obligasi dapat dimodifikasi ke pelbagai jenis
seperti obligasi saham, istisna, murabahah, musyarakah, mudharabah
ataupun ijarah, namun yang lebih populer dalam perkembangan obligasi
syariah di Indonesia hingga saat ini adalah obligasi mudharabah dan
ijarah.
Obligasi
syariah di Indonesia mulai diterbitkan pada paruh akhir tahun 2002,
yakni dengan disahkannya Obligasi Indosat obligasi yang diterbitkan ini
berdasarkan prinsip mudharabah. Obligasi mudharabah mulai diterbitkan
setelah fatwa tentang obligasi syariah (Fatwa DSN-MUI No.32/DSN-MUI/
/2002)dan obligasi syariah mudharabah (Fatwa DSN-MUI No.33/DSN-MUI/
/2002). Sedangkan obligasi syariah ijarah pertama kali diterbitkan pada
tahun 2004 setelah dikeluarkannya fatwa tentang obligasi syariah ijarah
(Fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/ /2003).
Penerapan
mudharabah dalam obligasi cukup sederhana. Emiten bertindak selaku
mudharib, pengelola dana dan investor bertindak sebagai shahibul mal,
alias pemilik modal. Keuntungan yang diperoleh investor merupakan bagian
proporsional keuntungan dari pengelolaan dana oleh investor.
Dalam
perdagangan obligasi syariah tidak boleh diterapkan harga diskon atau
harga premium yang lazim dilakukan oleh obligasi konvensional. Prinsip
transaksi obligasi syariah adalah transfer service atau pengalihan
piutang dengan tanggung bagi hasil, sehingga jual beli obligasi syariah hanya boleh pada harga nominal pelunasan jatuh tempo obligasi.
Di
Indonesia penerbitan obligasi syariah umumnya menggunakan akad
mudharabah. Prinsip-prinsip pokok dalam mekanisme penerbitan obligasi
syariah dapat dilihat pada hal-hal sebagai berikut :
1. Kontrak atau akad mudharabah atau akad syariah lainnya yang sesuai dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan.
2. Rasio
atau persentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan
komponen pendapatan (revenue) atau keuntungan (profit; operating profit,
EBIT atau EBITDA).
3.
Nisbah ini dapat ditetapkan konstan, meningkat, ataupun menurun, dengan
mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di
awal kontrak.
4. Pendapatan
bagi hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi
hak dan oleh karenanya harus dibayarkan oleh Emiten pada pemegang
obligasi syariah yang dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah
pemegang obligasi syariah dengan pendapatan/keuntungan yang
dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam keuangan konsolidasi
emiten.
5. Pembagian hasil pendapatan ini keuntungan dapat dilakukan secara periodik (tahunan, semesteran, kuartalan, bulanan)
6.
Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja
aktual emiten, maka obligasi syariah memberikan indicative return
tertentu.
Landasan Dasar Obligasi Syariah
1. Firman Allah SWT :
Al-Baqarah ayat 275
“Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba . . .”
Al-Mujamil ayat 20
“Dan sebagian mereka berjalan di muka bumi mencari karunia Allah”
2. Sabda Rasulullah SAW:
“Tiga
bentuk usaha yang didalamnya mengandung barakah: yaitu jual-beli secara
tangguh, mudharabah/kerjasama dalam bagi hasil dan mencampur gandum
dengan kedelai (hasil keringat sendiri) untuk kepentingan keluarga bukan
untuk dijual. (HR. Ibnu Majah)
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.32/DSN-MUI/IX/2002, tentang obligasi syariah.
Perbedaan Obligasi Syariah dan Obligasi Konvensional
1.
Dari sisi orientasi, obligasi konvensional hanya memperhitungkan
keuntungannya semata. Tidak demikian pada obligasi syariah, disamping
memperhatikan keuntungan, obligasi syariah harus memperhatikan pula sisi
halal-haram, artinya setiap investasi yang diharamkan dalam obligasi
pada produk-produk yang sesuai dengan prinsip syariah.
2.
Obligasi konvensional, keuntungannya di dapat dari besaran bunga yang
ditetapkan, sedangkan obligasi syariah keuntungan akan diterima dari
besarnya margin/fee yang ditetapkan ataupun dengan sistem bagi hasil
yang didasakan atas aset dan prooduksi.
3.
Obligasi syariah disetiap transaksinya ditetapkan berdasarkan akad.
Diantaranya adalah akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam,
istisna,dan ijarah. Dana yang dihimpun tidak dapat diinvestasikan
kepasar uang dan atau spekulasi di lantai bursa. Sedangkan untuk
obligasi konvensional tidak terdapat akad disetiap transaksinya.
9. Lembaga Zakat
i. Pengertian
Zakat
dalam arti fikih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah
diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Dalam sebuah hadist tentang
penempatan Muaz di Yaman, Rasulullah berkata “Terangkan kepada mereka
bahwa Allah mewajibkan sedekah yang dikenakan pada kekayaan orang-orang
kaya”. Dalam beberapa ayat zakat diterangkan sebagai sedekah.
ii. Sejarah
Pada
tahun ke-9 Hijriyah mulai ada kewajiban tentang zakat, sedangkan
shodaqoh dan fitrah pada tahun ke-2 Hijriyah. Akan tetapi ada ulama yang
berpendapat bahwa kewajiban tentang zakat ada sebelum tahun ke-9
Hijriyah. Pada awalnya zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan
ketentuan khusus tentang zakat, pada tahun ke-9 Hijriyah kemudian
disusun peraturan dan standar tentang zakat karena pada waktu itu islam
telah kuat. Pada masa itu pengelola zakat tidak mendapatkan gaji resmi
tapi mendapatkan bayaran dari dana tersebut.
Zakat
pada masa itu merupakan salah satu pendapatan negara, berbeda dengan
pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Zakat merupakan kewajiban
dan salah satu rukun islam, pengeluaran untuk zakat ada pada Al Quran
surat At taubah ayat 60.
Pada zaman Rasulullah zakat dikenakan pada benda-benda berikut:
a. Benda logam yang terbuat dari emas dan perak seperti koin, perkakas, ornamen, atau dalam bentuk lainnya.
b. Binatang ternak seperti unta, sapi, domba, dan kambing.
c. Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.
d. Hasil pertanian termasuk buah-buahan.
e. Luqta, harta benda yang ditinggalkan musuh.
f. Barang temuan.
iii. Perbedaan zakat dengan pajak
Berikut adalah tabel perbedaan zakat dengan pajak:
ZAKAT
|
PAJAK
|
a. Merupakan kewajiban agamadan merupakan salah satu bentuk ibadah.
b. Diwajibkan kepada seluruh umat islam saja di suatu negara.
c. Kewajiban agama bagi umat islam yang harus dibayar dalam keadaan seperti apapun.
d. Sumber
dana besar zakat ditentukan berdasarkan kitab suci Al Quran dan
Sunnah dan tidak boleh diubah oleh seseorang maupun pemerintah.
e. Butir-butir
pengeluaran dan orang-orang yang berhak menerima harta zakat juga
dinyatakan oleh Al Quran dan Sunnah zakat diperoleh dari orang
berharta dan diterima kepada golongan yang ditentukan Al Quran dan Al
Hadist.
f. Zakat
dikenakan bukan terhadap uang saja tetapi juga terhadap
baranag-barang komersil, hasil pertanian, barang tambang, dan ornamen.
|
|
iv. Organisasi lembaga pengelola zakat
UU
RI Nomor 38 tahun 1998 tentang pengelolaan zakat Bab III pasal 6 dan 7
menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri dari dua
macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat.
10. Koperasi Syariah
Koperasi sebagai sebuah istilah yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dari kata ‘Cooperation’ (Inggris).
Secara semantic koperasi berarti kerja sama. Kata koperasi mempunyai
padanan makna dengan kata syirkah dalam bahasa Arab.[3]
Syirkah ini merupakan wadah kemitraan, kerjasama, kekeluargaan,
kebersamaan usaha yang sehat baik dan halal yang sangat terpuji dalam
islam.
Menurut
Row Ewell Paul koperasi merupakan wadah perkumpulan (asosiasi)
sekelompok orang untuk tujuan kerja sama dalam bidang bisnis yang saling
menguntungkan diantara anggota perkumpulan.
Bung Hatta dalam buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun mengkategorikan delapan nilai sebagai spirit koperasi yaitu:
1. Kebenaran untuk menggerakan kepercayaan (trust)
2. Keadilan dalam usaha bersama
3. Kebaikan dan kejujuran mencapai perbaikan
4. Tanggung jawab dalam individualitas dan solidaritas
5. Paham yang sehat, cerdas dan tegas
6. Kemauan menolong diri sendiri
7. Menggerakan keswasembadaan dan otoaktif
8. Kesetiaan dalam kekeluargaan.
Dalam implementasinya tujuh nilai yang menjiwai
koperasi versi Hatta, dituangkan dalam tujuh prinsip operasional
koperasi secara internal dan eksternal,yaitu:
1. Keanggotaan sukarela dan terbuka
2. Pengendalian oleh anggota secara demokratis
3. Partisipasi ekonomis anggota
4. Otonomi dan kebebasan
5. Pendidikan, pelatihan dan informasi
6. Kerjasama antarkoperasi
7. Kepedulian terhadap komunitas.
11. Wakaf Tunai
i. Pengertian
Wakaf diambil dari kata “waqafa”
yang berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum islam wakaf berarti
menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang
atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa perorangan maupun badan
pengelola dalam hal ini bisa bank syariah maupun lembaga swasta dalam
ketentuan hasil atau manfaatnya digunakan sesuai dengan syariat islam.
Harta yang telah diwakfkan keluar dari hak milik yang mewakafkan, dan
bukan pula menjadi hak milik nadzir tetapi menjadi hak milik Allah dalam
pengertian masyarakat umum.
ii. Rukun Wakaf Tunai
Dalam wakaf terdapat 4 rukun, yaitu:
a. Al
Wakif: Orang yang melakukan perbuatan wakaf hendaklah dalam keadaan
sehat rohaninya dan tidak dalam keaddan terpaksa atau dalam keaddan
jiwanya tertekan.
b. Al
Mauquf: Harta benda yang diwakafkan harus jelas wujudnya atau zatnya
yang bersifat abadi, artinya bahwa harta itu tidak habis sekali pakai
dan dapat diambil manfaatnya dalam jangka waktu yang lama.
c. Al
Mawqul ‘alaih: Sasaran yang berhak menerima hasil atau manfaat wakaf
dapat dibagi menjadi dua macam, wakaf khairi dimana wakaf dimana
wakifnya tidak membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu tapi
untuk kepentingan umum, sedangkan wakaf dzurri adalah wakaf dimana
wakifnya membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu, yaitu keluarga
keturunannya.
d. Sighah: Pernyataan pemberian wakaf, baik dengan lafadz, tulisan, maupun isyarat.
iii. Tujuan Wakaf Tunai
Tujuan dari penggalangan wakaf tunai adalah:
a. Menggalang
tabungan sosial dan mentranformasikan tabungan sosial menjadi modal
sosial serta membantu mengembangkan pasar modal sosial.
b. Meningkatkan investasi sosial.
c. Menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya/berkecukupan kepada fakir miskin dan anak-anak generasi berikutnya.
d. Menciptakan
kesadaran diantara orang-orang kaya/berkecukupan menggali tanggung
jawab sosial mereka terhadap masyarakat sekitarnya.
e. Menciptakan integrasi antara keamanan dan kedamaian sosial serta meningkatkan kesejahteraan.
iv. Perbedaan Wakaf dengan Shodaqoh/Hibah
Berikut adalah perbedaan antara wakaf dengan shadaqah/hibah:
i. Perbedaan Wakaf dengan Shodaqoh/Hibah
Berikut adalah perbedaan antara wakaf dengan shadaqah/hibah:
Wakaf
|
Shodaqoh
|
a. Menyerahkan kepemilikan suatu barang kepada orang lain.
b. Hak milik atas barang dikembalikan kepada Allah.
c. Objek wakaf tidak boleh diberikan atau dijual kepada pihak lain.
d. Manfaat barang biasanya dinikmati untuk kepentingan sosial.
e. Objek wakaf biasanya kekal zatnya.
f. Pengelolaan objek wakaf diserahkan kepada administratur yang disebut nadzir/mutawalli.
|
a. Menyerahkan kepemilikan suatu barang kepada pihak lain.
b. Hak milik atas barang diberikan kepada penerima shadaqah/hibah.
c. Objek shadaqah/hibah boleh diberikan atau dijual pada pihak lain.
d. Manfaat barang dinikmati oleh penerima shadaqah/hibah.
e. Objej shadaqah/hibah tidak harus kekal zatnya.
f. Pengelolaan shadaqah/hibah diserahkan kepada penerima.
|
DAFTAR PUSTAKA
- Arbi, Syafii. 2003. Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Nonbank. Jakarta:Djambatan
- Antonio, M.Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
- Euis Amalia,dkk. 2007. Serial Buku Pedoman Praktyekum Fakultas Syariah dan Hukum No 1, Buku Modul Praktekum Bank Mini, Konsep dan Mekanisme Bank Syariah. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
- Muhamad. 2000. Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Quran, UII Press Yogyakarta.
- Muhammad, 2007. Lembaga Ekonomi Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu.
- Muhammad. 2005. Pengantar Akuntansi Syariah Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
- Nejatullah. S, Muhammad.1985. Asuransi di Dalam Islam. Bandung: Pustaka.
- Saladin, Djaslim dan Abdus Salam DZ. 2000. Konsep Dasar Ekonomi Dan Lembaga Keuangan. Bandung: Linda Karya
- Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: EKONISIA Kampus Fakultas Ekonomi UII.
- M. Nadratuzzaman Hosen, AM Hasan Ali, dan A. Bahrul Muhtasib. 2008. Materi Dakwah Ekonomi Syariah.
[1] Muhamad, Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Quran, UII Press Yogyakarta, 2000, hal 5.
[2] Muhamad, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, UII Press Yogyakarta, 2000, hal 25
[3] Muhamad, Lembaga Ekonomi Syariah, Graha Ilmu,2007, hal 92
Categories: Ekonomi Islam
0 komentar:
Posting Komentar