perintah untuk bekerja
1.
Pengertian
usaha atau bekerja
Usaha
atau bekerja secara etimologi artinya adalah kegiatan atau pekerjaan dalam
bentuk umum. Secara terminologis sering di gunakan uantuk semua jenis pekerjana
manusia dan aktivitasnya[1]. Sedangkan Berusaha menurut muamalah adalah : secara
etimologisnya adalah “al kasbu” yg berasal dari bahasa arab yg berarti
bekerja/berusaha. Berusaha yg dimaksud disini ialah Muamalah dan
murabahah/jual beli. Sedangkan muamalah, berasal dari bahasa
Arab, dari kata amala - yu’amilu - mu’amalatan, dengan
wazan fa’ala - yufa’ilu - mufa’alatan, yang artinya bermakna saling bertindak, saling berbuat, saling mengamalkan.
Secara terminologis, muamalah mempunyai dua arti, yakni
arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas muamalah berarti aturan - aturan
hukum Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan
urusan duniawi atau pergaulan sosial.
Dan dalam arti sempit,
muamalah berarti aturan Allah yang wajib dita’ati, yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara
memperoleh dan mengembangkan harta benda, dengan bekerja manusia dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya, keluarganya, berbagi kepada keluarganya dan dapat membantu
memenuhi kebutuhan umat islam pada umumnya.
2.
Hadits tentang anjuran untuk bekerja
Islam sangat menghargai pekerjaan,
bahkan seandainya kiamat sudah dekat dan kita yakin tidak akan pernah menikmati
hasil dari pekerjaan kita, kita tetap diperintahkan untuk bekerja sebagai wujud
penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari hadist
berikut : “Bekerjalah
seakan-akan engkau hidup seribu tahun lagi, dan beribadahlah seakan-akan besok
engkau akan mati”(Al-Hadis)
Hadis di atas merupakan anjuran nabi Muhamad pada umatnya untuk bekerja keras dengan baik dan sungguh-sungguh untuk memperoleh ridho Allah. Bahkan nabi mewajibkan bagi muslim untuk mencari rizki yang halal. Seperti hadis di bawah ini : “Mencari yang halal itu wajib bagi setiap muslim.” (HR Thabrani)
Nabi pun bersabda bahwa sesungguhnya Allah menyukai hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam bekerja seperti hadis di bawah ini : "Sesungguhnya, Allah senang pada hamba-Nya yang apabila mengerjakan sesuatu berusaha untuk melakukannya dengan seindah dan sebaik mungkin. " (al-Hadits) Jika kita telaah lebih dalam, maksud dari hadis tersebut adalah jika kita berniat mencari rizki Allah dengan berwirausaha, maka lakukanlah dengan total, tidak setengah-setengan karena takut rugi. Dalam menjalankan sebuah usaha, kita harus melakukan analisis terlebih dahulu terhadap peluang yang akan kita masuki. Setelah menganalisis peluang tersebut maka kita mulai dengan konsep dan merencanakan langkah-langkah yang akan kita ambil.
Hadis di atas merupakan anjuran nabi Muhamad pada umatnya untuk bekerja keras dengan baik dan sungguh-sungguh untuk memperoleh ridho Allah. Bahkan nabi mewajibkan bagi muslim untuk mencari rizki yang halal. Seperti hadis di bawah ini : “Mencari yang halal itu wajib bagi setiap muslim.” (HR Thabrani)
Nabi pun bersabda bahwa sesungguhnya Allah menyukai hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam bekerja seperti hadis di bawah ini : "Sesungguhnya, Allah senang pada hamba-Nya yang apabila mengerjakan sesuatu berusaha untuk melakukannya dengan seindah dan sebaik mungkin. " (al-Hadits) Jika kita telaah lebih dalam, maksud dari hadis tersebut adalah jika kita berniat mencari rizki Allah dengan berwirausaha, maka lakukanlah dengan total, tidak setengah-setengan karena takut rugi. Dalam menjalankan sebuah usaha, kita harus melakukan analisis terlebih dahulu terhadap peluang yang akan kita masuki. Setelah menganalisis peluang tersebut maka kita mulai dengan konsep dan merencanakan langkah-langkah yang akan kita ambil.
Selain sebagai satu kewajiban, Islam
juga memberikan penghargaan yang sangat mulia bagi para pemeluknya yang dengan
ikhlas bekerja mengharapkan keridhaan Allah SWT. Penghargaan tersebut adalah
sebagaimana dalam riwayat-riwayat hadits berikut :
·
Akan diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT
مَنْ أَمْسَى كَالاًّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ أَمْسَى مَغْفُوْرًا
لَهُ رواه الطبراني
Dari
Ibnu Abbas ra berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Barang siapa
yang merasakan keletihan pada sore hari, karena pekerjaan yang dilakukan oleh
kedua tangannya, maka ia dapatkan dosanya diampuni oleh Allah SWT pada sore
hari tersebut." (HR. Imam Tabrani, dalam Al-Mu'jam Al-Ausath VII/ 289)
·
Dihapuskan dosa-dosa tertentu yang tidak dapat dihapuskan
dengan shalat, puasa dan shadaqah.
إِنَّ مِنَ الذُّنُوْبِ لَذُنُوْبًا، لاَ تُكَفِّرُهَا
الصَّلاةُ وَلاَ الصِّياَمُ وَلاَ الْحَجُ وَلاَ الْعُمْرَةُ، قَالَ وَمَا
تُكَفِّرُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ الْهُمُوْمُ فِيْ طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ
رواه الطبراني
Dari Abu Hurairah ra
berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu
terdapat suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, haji dan
juga umrah." Sahabat bertanya, "Apa yang bisa menghapuskannya wahai
Rasulullah?". Beliau menjawab, "Semangat dalam mencari rizki".
(HR. Thabrani, dalam Al-Mu'jam Al-Ausath I/38)
·
Mendapatkan cinta Allah SWT
إِنَّ اللهَ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ رواه
الطبراني
Dari
Ibnu Umar ra bersabda, 'Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu'min yang
bekerja dengan giat". (HR. Imam Tabrani, dalam Al-Mu'jam Al-Aushth
VII/380)
3. Analisis lafaz atau makna hadits
الذُّنوْب jamak min Ad-danbu yang artinyz dosa-dosa
فِيْ طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ artinya
mencari risky
احبّ - يُحِبُّartinya
mencintai
الْمُحْتَرِفَ artinya bekerja dengan giat
4. Penjelasan hadits
Pekerjaan merupakan
perbuatan yang sangat mulia dalam ajaran islam. Rasulullah SAW memberikan
pelajaran menarik tentang pentingnya bekerja, dalam islam bekerja bukan sekedar
memenuhi kebutuhan perut, tapi juga untuk memelihara harga diri dan martabat
kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Karenanya, bekerja dalam islam
menempati posisi yang teramat mulia, islam sangat menghargai orang yang mau
bekerja. Bahkan hadits di atas mengatakan bahwa “Jika hari
kiamat terjadi, sedang di tanganmu terdapat bibit tanaman, jika ia bisa duduk
hingga dapat menanamnya, maka tanamlah”. Hal itu menunjukkan bahwa
seseorang sangat di anjurkan untuk tetap bekerja walaupun hari kiamat terjadi.
Asalkan seseorang itu mempunyai kemampuan untuk tetap melakukan pekerjaan
tersebut.
Ketika seorang merasa
kelelahan atau capek setelah pulang bekerja, maka Allah SWT mengampuni
dosa-dosanya saat itu juga. Selain itu, orang yang bekerja, berusaha untuk
mendapatkan penghasilan dengan tangannya sendiri baik untuk membiayai kebutuhan
sendiri ataupun untuk kebutuhan tanggungannya. Dengan demikian islam memberi
apresiasi yang sangat tinggi kepada mereka yang bekerja dengan jalan yang
disyariatkan oleh Allah dengan sekuat tenaga.
Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan
pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar setiap pekerjaan
mampu memberi nilai tambah dan mengangkat derajat manusia baik secara individu
maupun kelompok. Bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup,
tetapi juga merupakan kewajiban agama, karena bekerja dianjurkan baik menurut
Al-Qur’an maupun Al-Hadits.
B.
Larangan Meminta-Minta
1.
Pengertian larangan
meminta-minta serta haditsnya
Islam sangat melarang umatnya untuk selalu bergantung kepada orang lain,
bahkan Islam mengharamkan seseorang yang mampu bekerja, malah meminta-minta kepada orang lain dan mengharap
belas kasihan orang.
Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا
يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ
فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
Artinya :“Seseorang yang
senantiasa meminta-minta kepada manusia hingga ia datang pada hari kiamat kelak
tanpa ada sekerat dagingpun di wajahnya” {Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy}
Janganlah pernah memandang rendah pekerjaan seseorang
hanya karena pakaiannya yang lusuh dan hasil tak seberapa. Ia lebih mulia
daripada peminta-minta atau pengamen yang berkeliaran di bis kota. Ia pun jauh
lebih mulia daripada para koruptor berdasi yang hidup bergelimang harta. Di dalam
hadits lain di katakan:
حَدِيْثُ حَكِيْمِ ابْنِ حِزَامٍ
رَضِيَ الله عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلّم، قَالَ
:
(اليَدُالعُلْيَاخَيْرٌمِنَ اليَدِالسُفْلَى، وَابْدَأْبِمَنْ تَعُوْلُ،
وَخَيْرُالصَّدَقَةِعَنْ ظَهْرِغِنًى، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ،
وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ) أخرجه البخارى فى : ۲٤- كتاب الزكاة : ۱۸- باب لاصدقة إلاعن ظهرغنى
Artinya.“Hakim bin Hizam r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Tangan di atas lebih baik daripada
tangan di bawah dan mulailah dengan orang yang menjadi tanggunganmu.
Sebaik-baik sedekah ialah yang dilakukan dalam keadaan berkemampuan dan barang
siapa yang memelihara dirinya daripada meminta-minta, nescaya Allah akan
memelihara kehormatannya; dan barang siapa yang merasa berkemampuan, nescaya
Allah akan memberinya kecukupan.” (Muttafaq ‘alaih)
حَدِيْثُ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ : قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّم : (لَأَنْ يَحْتَتِبَ أَحَدُكُمْ
حُزْمَةًعَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌمِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًافَيُعْطِيَهُ
أَوْيَمْنَعَهُ) أخرجه البخارى فى : ۳٤- كتاب البيوع : ۱۵- باب كسب الرجل و عمله
بيد
Artinya.“Abuhurairah
r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Jika seorang itu pergi mencari kayu,
lalu diangkat seikat kayu di atas punggungnya (yakni untuk dijual di pasar)
maka itu lebih baik baginya daripada minta kepada seseorang baik diberi atau
ditolak. (Bukhari, Muslim)”.
2. Penjelasan hadis larangan
meminta-minta
Rasulullah (s.a.w) mengutamakan tangan yang memberi di atas
tangan yang meminta dan memerintahkan orang yang membelanjakan hartanya supaya
memulainya untuk diri sendiri, kemudian anak dan isterinya, lalu untuk keluarga
dan kaum kerabatnya yang paling dekat. Dari satu sisi Nabi (s.a.w) menganjurkan
para hartawan untuk menyedekahkan sebahagian hartanya yang tidak dia perlukan,
tetapi dari sisi yang lain pula baginda menganjurkan kaum fakir miskin menahan
diri daripada meminta-minta untuk memelihara kehormatan mereka. Baginda
menjelaskan kepada mereka bahawa barang siapa yang meminta kehormatan dan
kemuliaan kepada Allah, nescaya Allah akan memberinya jalan untuk meraihnya. Barang siapa yang mencari jalan agar
dia tidak meminta-minta kepada
orang lain, nescaya Allah akan membukakan jalan kepadanya dan menganugerahkan kepadanya penyebab-penyebab
yangmenjadikannya berkemampuan,
memperoleh kehormatan, dan kemuliaan.
3. Analisis Lafaz atau makna
hadits
اليَدُالعُلْيَا" ”, maksudnya ialah tangan orang yang
memberi sedekah. Ini mengikut pendapat yang paling kuat, kerana Nabi
(s.a.w) sendiri yang mentafsirkannya. Menurut pendapat lain, maksudnya
ialah tangan yang tidak mahu menerima. Menurut pendapat yang lain lagi,
maksudnya ialah tangan yang menerima tanpa meminta-minta.“خَيْر”, lebih
utama. Lafaz ini berkedudukan sebagai khabar dan lafaz “اليَدُ” yang
berkedudukan sebagai mubtada’, sedangkan lafaz “العُلْيَا ” berkedudukan
sebagai sifat kepada lafaz “اليَد ”
“مِنَ اليَدِالسُفْلَى”, menurut
pendapat yang paling kuat adalah “tangan yang menerima”. Pendapat yang lain
menyatakan “tangan yang tidak mahu memberi.” Menurut pendapat yang lain lagi,
“tangan yang meminta.” “وَابْدَأْبِمَنْ
تَعُوْلُ”, mulailah memberikan sedekahmu kepada orang yang wajib engkau
nafkahi. Oleh itu, janganlah engkau menyia-nyiakan mereka dan jangan pula
mengutamakan orang lain ke atas mereka.
وَخَيْرُالصَّدَقَةِعَنْ
ظَهْرِغِنًى"” sedekah yang paling
utama ialah sedekah yang dikeluarkan oleh seseorang dari hartanya setelah
menyisakan untuk keperluannya sendiri, agar kehidupannya tetap berjalan dengan
baik dan memberinya kecukupan hingga tidak perlu meminta-minta kepada orang
lain, kerana orang yang menyedekahkan seluruh harta miliknya sering kali
menyesali perbuatannya pada saat tidak ada gunanya lagi untuk penyesalan. Lafaz
“ظهر” ditambahkan
ke dalam kalimat ini untuk mengukuhkan makna dan memberikan keluasan
pengertian. Sabda Nabi (s.a.w): “عَنْ ظَهْرِغِنًى” bermaksud “غِنًى عَنْ” (dalam
keadaan berkemampuan).
وَمَنْ
يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ"”, barang siapa
yang memelihara kehormatan dengan menjauhi perbuatan meminta-minta dan menerima
apa adanya, nescaya Allah akan memberinya rezeki berupa kehormatan dan dapat
menahan diri daripada perbuatan haram.وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ"”, barang siapa
yang memperlihatkan sikap berkemampuan dengan cara tidak mengharapkan harta
orang lain, nescaya Allah memberinya rezeki berupa sifat qana’ah di dalam
hatinya dan berkemampuan hingga tidak memerlukan bantuan orang lain.
C. Mukmin Yang Kuat Mendapat Ujian
1. Hakekat seorang mukmin
Pada
hakikatnya hidup dan mati manusia adalah ujian. Dunia
adalah musim untuk menanam dan akhirat adalah musim untuk memanen, dunia adalah negeri untuk beramal dan akhirat adalah negeri untuk memetik
hasilnya. Barang siapa yang ketika hidup di dunia banyak beramal baik, maka
surga menjadi tempat baginya di akhirat kelak. Begitu juga sebaliknya, barang
siapa yang ketika hidup di dunia banyak beramal jelek, maka tidak ada
pembalasan melainkan seimbang dengan apa yang telah ia perbuat.
Seorang
muslim yang memahami hakikat ini akan sadar, bahwasanya semua aktifitas yang ia
lakukan adalah sebuah ujian. Apapun yang menimpanya, entah suatu kebaikan atau
keburukan, kelebihan atau kekurangan, keberhasilan atau kegagalan, maka semua
itu hanya ujian yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Allah SWT ingin
melihat, apakah hamba-Nya
tersebut berhasil dalam menjalani ujian ini atau gagal didalamnya. Dalam Al Qur’an Allah SWT telah
berfirman: Artinya : “Yang menjadikan mati
dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa diantara kalian yang lebih baik
amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)
2. Hadits tentang mukmin
yang kuat mendapat ujian
Jika mereka kuat dengan ujian serta cobaan
tersebut, berarti dia telah benar-benar beriman kepada Allah SWT dan baginya
pahala yang melimpah, surga tempat kembalinya. Namun, jika mereka yang awalnya
beriman, tetapi dengan datangnya ujian tersebut mereka berpaling dari Allah
SWT, mereka berpaling dari kebenaran, terbukti bahwa iman mereka lemah, cahaya
keimanan hanya sekedar dalam lisan tidak sampai kehati mereka yang
munafiq.
Dalam kitabul iman, mustadrok ‘ala shohihain
dikatakan:
يا رسول الله ، من أشد الناس بلاء ؟ قال : " الأنبياء " قال
: ثم من ؟ قال : " العلماء " قال : ثم من ؟ قال : " ثم الصالحون......
Suatu
ketika Rasulullah SAW ditanya oleh salah seorang sahabat, yaitu Abu Sa’id Al
Khudhri: ”Wahai
Rasulullah SAW, siapakah orang yang paling berat mendapat ujian? Rasulullah
SAW menjawab: “Para Nabi” lalu siapa lagi? Rasulullah SAW menjawab: “para
ulama” lalu siapa lagi ya Rasulallah? “kemudian orang-orang yang
sholeh…. (Sampai akhir hadits)”
Hadist
inipun menerangkan kepada kita bahwasanya ujian dan cobaan itu bukan hanya
untuk kita orang-orang awam semata, namun bahkan orang yang paling berat ujian
dan cobaannya seperti dikatakan dalam hadits tersebut adalah para nabi dan
rasul. Silahkan buka kisah-kisah nabi dan rosul, mereka ternyata benar-benar
mendapatkan ujian yang maha dasyat, lebih dari ujian maupun cobaan yang kita
rasakan. Contohnya Nabi Ibrahim
As, mendapat ujian dari kaumnya dengan dibakar dalam api yang menyala-nyala
hingga akhirnya pertolongan Allah SWT datang karena kekuatan iman dan
ketabahannya. Allah berfirman dalam Al Quran:
قلنا يانار كوني بردا وسلاما على ابراهيم
“Kami berfirman: "Hai
api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim",(Al Anbiya 69)
Begitu
juga dengan apa yang telah dihadapi dan dirasakan oleh para nabi dan rasul
lainnya. Nabi Ayyub As beliau menderita sakit yang sangat parah, bahkan tak
seorangpun berani mendekatnya tak terkecuali istrinya yang telah termakan rayu
syaitan, beliau merasakan sakit yang sedemikian parah selam kurang lebih 18
tahun, dan beliau kuat sekaligus tabah menghadapinya.
Hadits
diatas juga menerangkan siapa lagi orang yang mendapatkan ujian yang terberat
setelah para nabi dan rasul, Beliau Rasulullah SAW mengabarkan bahwa para
ulama, kemudian orang-orang yang sholehlah yang mendapat cobaan dan ujian
terberat setelah nabi dan rasul. Mereka mendapat cobaan baik dari orang-orang
sekitar yang tidak senang dengan mereka, baik kalangan masyarakat maupun
pemerintahan. Banyak dari mereka disiksa bahkan dibunuh, namun mereka tetap
teguh dan sabar atas apa yang telah dihadapi. Sebagai contoh, ulama besar Imam
Ahmad ibn Hambali, beliau disiksa, dipenjara dan dianiaya lantaran pendirian
beliau bahwa Al Quran adalah kalamullah bukan makhluq.
Untuk memperoleh keberhasilan dalam
menghadapi ujian tersebut, seorang muslim harus menyadari betul, bahwa ujian
yang diberikan oleh Allah SWT kepada hamba_Nya yang beriman jauh berbeda dengan
ujian yang ditimpakan kepada orang-orang kafir. Orang mukmin akan mendapatkan
ujian yang jauh lebih berat, musuh yang dihadapi sangat banyak, cobaan dan
rintangan yang harus dihadapi sangat variatif dan berlapis. Jika orang kafir
hanya mempunyai satu musuh, yaitu orang yang beriman, maka orang mukmin
memiliki musuh yang lebih dari satu. Setidaknya seorang mukmin mempunyai 5
musuh dalam hidupnya. Musuh-musuh tersebut adalah:
- Setan yang selalu menjerumuskannya
- Hawa nafsu yang selalu menggodanya
- Orang-orang kafir yang selalu memeranginya
- Orang-orang munafik yang senantiasa mengintainya
- Orang-orang Islam lain yang hasud/dengki kepadanya
Salah satu dari sekian bentuk ujian
yang harus dihadapi oleh setiap mukmin adalah banyaknya fitnah kehidupan di
akhir jaman. Rasulullah sendiri mengkhabarkan bahwa nasib orang-orang beriman
di akhir jaman nanti bagai para penggenggam bara. Jika bara tersebut itu
dilepas, maka ia akan padam, namun jika tetap digenggam, maka tangnnya akan
terbakar.
Ini merupakan
gambaran dan peringatan
penting. Banyak manusia yang tidak mampu menahan ujian dan cobaan
sehingga mengakhibatkan mereka murtad, dan yang demikian merupakan tanda
dekatnya akhir jaman. Untuk sekala lokal, barangkali yang paling nyata adalah
fenomena kesulitan hidup, kemiskinan , kesengsaraan yang membuat
seseorang dengan mudah menukar agamanya. Manusia yang tidak memiliki kualitas
iman dan kesabaran yang tinggi, sangat mungkin merubah imannya dalam bilangan
hari.
Beruntunglah bagi umat manusia yang mempunyai
iman yang kuat walau banyak ujian masih senantiasa sabar, mereka pasti mampu melawati kehidupan yang
penuh dengan ujian dan cobaan ini. Mereka akan diangkat derajatnya oleh Allah
SWT menjadi makhluk yang mulia di sisi_Nya. Sebaliknya, celakalah bagi umat
manusia yang gagal dalam menjalankan ujian tersebut. Mereka akan menjadi makhluk yang hina dan jauh dari Allah
SWT. Akan tetapi perlu diperhatikan, keberhasilan seseorang dalam menghadapi
ujian tidak lain hanyalah berkat tolongan Allah SWT, Ujian dan cobaan yang
berat tersebut akan terasa lebih ringan ketika seseorang menjadikan Allah SWT sebagai
sandaran dalam hidupnya.
D.
Pekerjaan
Yang Lebih Baik Adalah Pekerjaan Sendiri
1.
Pengertian
pekerjaan yang lebih baik adalah pekerjaan sendiri
Sikap
kerja keras amat penting dimiliki oleh setiap muslimin dan muslimat agar dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dalam rangka mengabdikan diri Allah swt. Dalam pandangan Islam, bekerja
merupakan suatu tugas yang mulia, yang akan membawa diri seseorang pada posisi
terhormat, bernilai, baik di mata Allah SWT maupun di mata kaumnya. Oleh sebab
itulah, Islam menegaskan bahwa bekerja merupakan sehuah kewajiban yang
setingkat dengan Ibadah. Orang yang bekerja akan mendapat pahala sebagaimana
orang beribadah.
Orang-orang
yang pasif dan malas bekerja, sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka telah
kehilangan sebagian dari harga dirinya, yang lebih jauh mengakibatkan
kehidupannya menjadi mundur.Contoh Pekerjaan yang paling baik
عَنْ رِفَعَةٍ بْن رَافِعٍ اَنَّ النَّبِىَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ اَىُّ اْلكَسَبِ اَطْيَبُ ؟ قَالَ :
عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيِّعٍ مَبْرُوْرٌ ( رَوَاهُ اْلبَزَار
وَصَحَحَهُ الحَكِيْم
)
“Dari Rifa’ah bin Rafi’ berkata bahwa Nabi Muhammad SAW
ditanya tentang usaha yang bagaimana dipandang baik?. Nabi menjawab: Pekerjaan
seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap perdagangan yang bersih
dari penipuan dan hal-hal yang diharamkan.” (HR. Al-Bazzar dan ditashihkan
Hakim).
2. Analisis lahfaz atau makna hadits
a) : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِه maksud ungkapan ini ialah pekerjaan
yang dilakukan seseorang dengan tangannya sendiri (tenaganya) sendiri, seperti
pertukangan kayu, tukang batu, tukang besi, dan sebagainya), pertanian
(bertani, berkebun, nelayan dan sebagainya).
b) كُلُّ
بَيِّعٍ مَبْرُوْرٌ : maksud ungkapan ini ialah perdagangan
yang bersih dari tipu daya dan hal-hal yang diharamkan. Artinya ada unsur
penipuan seperti sumpah palsu untuk melariskan barang dagangannya dan barang
yang perdagangkan itu haruslah barang-barang yang diperolehkan menurut hukum
agama dan hukum negara dengan transaksi memenuhi syarat serta rukunnya
(ash-shon’ani, 3-4).
c) Cara-cara untuk memperoleh harta
secara sah dapat dilakukan dengan banyak cara. Ada yang melalui tanpa usaha,
separti mendapat warisan, hibah (pemberian) dan shadaqah. Ada juga yang melalui
usaha jasa, seperti menjadi karyawan, buruh, pelayan, tenaga profesional
(teknisi, praktisi, pendidik dan peneliti) dan sebagainya. Ada juga melalui
usaha bekerja sendiri, seperti berdagang, bertani, berkebun, menjadi nelayan
dan sebagainya. Al-Khuli
dalam kitabnya al-adab an-Nabawi mengemukakan bahwa dari berbagai cara untuk
memperoleh harta yang diutarakan di atas maka cara yanng lebih utama adalah
usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri. Hal ini dinyatakan Nabi SAW dalam
hadis yang lain, dari Miqdam r.a yang diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Daud,
Nasa’i dan perawi hadist lainnya, bahwa Nabi SAW bersabda :
مَا اَكَلَ اَحَدٌ طَعَامَا قَطٌ خَيْرًا
مِنْ اَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلٍ بِيَدِهِ, وَاَنَّ النَّبِى الله دَاوُدَ عَلَيْهِ
السَّلاَم كَانَ يَأْكَلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
“Tidaklah
seseorang makan sesuap makanan lebih baik daripada ia makan dari hasil kerja
tangannya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud a.s adalah makan dari hasil kerja
tangannya sendiri.”
Seseorang berusaha
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja keras menggunakan
tangannya sendiri, memeras keringat dan energidari badannya kemudian memakan
hasilnya, sudah tentu lebih baik dari makanan hasil dari yang baersumber peninggalan
warisan, pemberian atas kemurahan seseorang atau sedekah yang diberikan
kepadanya karena belas kasihan. Karena usaha seseorang mencari nafkah dengan
memeras tenaga, mencucurkan keringat itu akan berfaedah sehingga kalau ia makan
apa yang dimakannya menjadi terasa enak, dan makanan itu dicerna dengan cepat
dan mudah oleh pencernaan sehingga berguna bagi kesehatan tubuh. Demikianlah
dijelaskan Al-Khuli dalam mensyarahkan hadis ini.
d). Selain dari hasil
kerja tangan sendiri lebih baik dalam memenuhi kebutuhan hidup juga hadis Nabi
SAW di atas mengemukakan bahwa termasuk usaha yang terbaik dalam memenuhi
kebutuhan hidup adalah perniagaan yang bersih dari penipuan dan hal-hal yang
diharamkan. Kalau Nabi Daud a.s mencari nafkah melalui usaha bekerja dengan
tangannya, dalam sejarah beliau diceritakan sebagai pandai besi, maka Nabi
Muhammad SAW kita kenal dalam sejarah bahwa beliau adalah seorang pedagang.
Jadi dari petunjuk hadis ini jelaslah bahwa usaha perdagangan termasuk usaha
yang utama dalam pandangan agama. Bagi orang yang beriman, kaum muslimin sudah
tentu Rasulullah Saw adalah teladan yang utamadan sunnah beliau adalah ikutan
bagi umatnya. Menurut kalangan ulama hadis (muhadditsin) bahwa yang
dikatakan sunnah diangkat menjadi Rasul, tetapi juga sunnah beliau, prilaku
beliau sebelum menjadi Rasul (‘Ajjaz al-Khatib 1975: 27). Jadi
berdasarkan pemikiran kalangan ahli hadis ini maka pekerjaan Nabi Saw ketika
masa muda sebagai pedagang merupakan sunnah yang patut diikuti.
e). Ash-Shon’ani
mengemukakan bahwa dengan ungkapan (yang terbaik) adalah artinya yang paling
halal dan paling berkat. Jadi secara nyata hadis ini menunjukkan bahwa usaha
yang paling halal dan berkat itu adalah usaha tangannya sendiri, kemudian baru
usaha perniagaan menunjukkan usaha dengan tangan sendiri itu lebih utama. Hal
ini sejalan dengan hadis Miqdam di atas. Walaupun demikian para ulama tetap
berbeda pendapat tentang usaha yang paling utama. Di antara tiga macam usaha
yang bersifat pokok sebagaimana dikemukakan al-Mawardi yaitu pertanian,
perdagangan dan industri. Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa usaha yang terbaik
itu adalah usaha pertanian karena usaha tersebut lebih dekat kepada tawakkal.
Dan karena pertanian itu membawa manfaat bukan hanya kepada manusia secara
umum, tetapi juga kepada binatang-binatang. Di samping itu usaha pertanian
termasuk kepada usaha yang dilakukann dominan dengan tangan.
Categories: Ekonomi Islam
0 komentar:
Posting Komentar