Selasa, 24 Juni 2014

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Belanja Online

Posted by ana khumairoh On 15.46




Penipuan secara online pada prinisipnya sama dengan penipuan konvensional. Yang membedakan hanyalah pada sarana perbuatannya yakni menggunakan Sistem Elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi). Sehingga secara hukum, penipuan secara online dapat diperlakukan sama sebagaimana delik konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pelaku penipuan saat ini adalah Pasal 378 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun."

Sedangkan, jika dijerat menggunakan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”), maka pasal yang dikenakan adalah Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut:
(1)   Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.Ancaman pidana dari pasal tersebut adalah penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar .(Pasal 45 ayat [2] UU ITE). Lebih jauh, Pasal Untuk Menjerat Pelaku Penipuan Dalam Jual Beli Online.Untuk pembuktiannya, APH bisa menggunakan bukti elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai perluasan bukti sebagaimana Pasal 5 ayat (2) UU ITE, yang berbunyi : (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Di samping bukti konvensional lainnya sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP).
Sebagai catatan, beberapa negara maju mengkategorikan secara terpisah delik penipuan yang dilakukan secara online (computer related fraud) dalam ketentuan khusus cyber crime. Sedangkan di Indonesia, UU ITE yang ada saat ini belum memuat pasal khusus/eksplisit tentang delik “penipuan”. Pasal 28 ayat (1) UU ITE saat ini bersifat general/umum dengan titik berat perbuatan “penyebaran berita bohong dan menyesatkan” serta pada “kerugian” yang diakibatkan perbuatan tersebut. Tujuan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tersebut adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak dan kepentingan konsumen. Perbedaan prinsipnya dengan delik penipuan pada KUHP adalah unsur “menguntungkandiri sendiri” dalam Pasal 378 KUHP tidak tercantum lagi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, dengan konsekuensi hukum bahwa diuntungkan atau tidaknya pelaku penipuan, tidak menghapus unsur pidana atas perbuatan tersebut dengan ketentuan perbuatan tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi orang lain.

      A. Pidana Penipuan dalam Transaksi Jual Beli Secara Online
Hal yang perlu diingat adalah bahwa jual beli secara online pada prinsipnya adalah sama dengan jual beli secara faktual pada umumnya. Hukum perlindungan konsumen terkait transaksi jual beli online pun sebagaimana kami jelaskan sebelumnya tidak berbeda dengan hukum yang berlaku dalam transaksi jual beli secara nyata. Pembedanya hanya pada penggunaan sarana internet atau sarana telekomunikasi lainnya. Akibatnya adalah dalam transaksi jual beli secara online sulit dilakukan eksekusi ataupun tindakan nyata apabila terjadi sengketa maupun tindak pidana penipuan. Sifat siber dalam transaksi secara elektronis memungkinkan setiap orang baik penjual maupun pembeli menyamarkan atau memalsukan identitas dalam setiap transaksi maupun perjanjian jual beli.
Dalam hal pelaku usaha atau penjual ternyata menggunakan identitas palsu atau melakukan tipu muslihat dalam jual beli online tersebut, maka pelaku usaha dapat juga dipidana berdasarkan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang penipuan dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tentang menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Bunyi selengkapnya Pasal 378 KUHP adalah sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Bunyi selengkapnya Pasal 28 ayat (1) UU ITE adalah sebagai berikut:
Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Perbuatan sebagaimana dijelaskan di dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar (Pasal 45 ayat [2] UU ITE).

    B.   Catatan Tentang Transaksi Secara Online
Prinsip utama transaksi secara online di Indonesia masih lebih mengedepankan aspek kepercayaan atau “trust” terhadap penjual maupun pembeli. Prinsip keamanan infrastruktur transaksi secara online seperti jaminan atas kebenaran identitas penjual/pembeli, jaminan keamanan jalur pembayaran (payment gateway), jaminan keamanan dan keandalan web site electronic commerce belum menjadi perhatian utama bagi penjual maupun pembeli, terlebih pada transaksi berskala kecil sampai medium dengan nilai nominal transaksi yang tidak terlalu besar (misalnya transaksi jual beli melalui jejaring sosial, komunitas online, toko online, maupun blog). Salah satu indikasinya adalah banyaknya laporan pengaduan tentang penipuan melalui media internet maupun media telekomunikasi lainnya yang diterima oleh kepolisian maupun penyidik Kementerian Kominfo.
Dengan kondisi demikian, ada baiknya kita lebih selektif lagi dalam melakukan transaksi secara online dan mengedepankan aspek keamanan transaksi dan kehati-hatian sebagai pertimbangan utama dalam melakukan transaksi jual beli secara online.
     C.  Cyber Law
Pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi saat ini merupakan dampak dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia akan informasi . Dekatnya hubungan antara informasi dan teknologi jaringan komunikasi telah menghasilkan dunia maya yang amat luas yang biasa disebut dengan teknologi cyberspace. Teknologi ini berisikan kumpulan informasi yang dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk jaringan-jaringan komputer yang disebut jaringan internet. Meskipun infrastruktur di bidang teknologi informasi di Indonesia tidak sebanyak negara-negara lain, namun bukan berarti Indonesia lepas dari ketergantungan terhadap teknologi informasi. Menurut pengamatan penulis setidaknya ada beberapa aspek kehidupan masyarakat di Indonesia yang saat ini dipengaruhi oleh peran teknologi informasi seperti; pelayanan informasi, transaksi perdagangan dan bisnis, serta pelayanan jasa oleh pemerintah dan swasta.
Perkembangan teknologi informasi termasuk internet di dalamnya juga memberikan tantangan tersendiri bagi perkembangan hukum di Indonesia. Hukum di Indonesia di tuntut untuk dapat menyesuaikan dengan perubahan sosial yang terjadi. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa perubahan-perubahan sosial dan perubahan hukum atau sebaliknya tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya pada keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat serta kebudayaannya atau mungkin hal yang sebaliknya.
Cyberlaw mungkin dapat diklasifikasikan sebagai rejim hukum tersendiri, karena memiliki multi aspek; seperti aspek pidana, perdata, internasional, administrasi, dan aspek Hak Kekayaan Intelektual.
Ruang lingkup yang cukup luas ini membuat cyber law bersifat kompleks, khususnya dengan berkembangnya teknologi. Dengan kemajuan teknologi masyarakat dapat memberi kemudahan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia. Seiring dengan kemajuan inipun menimbulkan berbagai permasalahan, lahirnya kejahatan-kejahatan tipe baru, khususnya yang mengugunakan media internet, yang dikenal dengan nama cyber crime, sperti contoh di atas. Cyber crime ini telah masuk dalam daftar jenis kejahatan yang sifatnya internasional berdasarkan United Nation Convention Againts Transnational.
Organized Crime (Palermo convention) Nopember 2000 dan berdasarkan Deklarasi ASEAN tanggal 20 Desember 1997 di Manila. Jenis-jenis kejahatan yang termasuk dalam cyber crime diantaranya adalah :
a.     Cyber-terrorism : National Police Agency of Japan (NPA) mendefinisikan cyber terrorism sebagai electronic attacks through computer networks against critical infrastructure that have potential critical effect on social and economic activities of the nation.
b.     Cyber-pornography : penyebaran obscene materials termasuk pornografi, indecent exposure, dan child pornography.
c.      Cyber Harrasment : pelecehan seksual melalui email, website atau chat programs.
d.     Cyber-stalking : crimes of stalking melalui penggunaan computer dan internet.
e.      Hacking : penggunaan programming abilities dengan maksud yang bertentangan dengan hukum.
f.       Carding (credit card fund), carding muncul ketika orang yang bukan pemilik kartu kredit menggunakan kartu credit tersebut secara melawan hukum.
Dari kejahatan-kejahatan akan memberi implikasi terhadap tatanan social masyarakat yang cukup signifikan khususnya di bidang ekonomi. Mengingat bergulirnya juga era e-commerce, yang sekarang telah banyak terjadi.

  D.    Kebijakan IT di Indonesia
Ada dua model yang diusulkan oleh Mieke untuk mengatur kegiatan di cyber space, yaitu :
a.     Model ketentuan Payung (Umbrella Provisions), Model ini dapat memuat materi pokok saja dengan memperhatikan semua kepentingan (seperti pelaku usaha, konsumen, pemerintah dan pemegak hukum), Juga keterkaitan hubungan dengan peraturan perundang – undangan.
b.     Model Triangle Regulations sebagai upaya mengantisipasi pesatnya laju kegiatan di cyber space. Upaya yang menitikberatkan permasalahan prioritas yaitu pengaturan sehubungan transaksi online, pengaturan sehubungan privacy protection terhadap pelaku bisnis dan konsumen, pengaturan sehubungan cyber crime yang memuat yuridiksi dan kompetensi dari badan peradilan terhadap kasus cyber space.
Dalam moderinisasi hukum pidana, Mas Wigrantoro Roes Setiyadi dalam seminar cyber crime 19 maret 2003 mengusulkan alternatif :
a)     Menghapus pasal – pasal dalam UU terkait yang tidak dipakai lagi.
b)    Mengamandemen KUHP.
c)     Menyisipkan hasil kajian dalam RUU yang ada.
d)    Membuat RUU sendiri misalnya RUU Teknologi Informasi.
Upaya tersebut tampaknya telah dilakukan terbukti dengan mulai disusunnya RUU KUHP yang baru (konsep tahun 2000).Di samping pembaharuan KHUP di Indonesia juga telah ditawarkan alternatif menyusun RUU sendiri, antara lain RUU yang disusun oleh tim dari pusat kajian cyber law UNPAD yang diberi title RUU TI draft III yang saat ini telah disyahkan menjadi UU ITE.

    E.   Perkembangan Cyberlaw di Indonesia
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.
Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.
Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia.Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.
Faktor lain yang menyebabkan ketertinggalan Indonesia dalam menerapkan CyberLaw ini adalah adanya ke-strikean sikap pemerintah terhadap media massa yang ternyata cukup membawa pengaruh bagi perkembangan CyberLaw di Indonesia. Sikap pemerintah yang memandang minor terhadap perkembangan internal saat ini, telah cukup memberikan dampak negatif terhadap berlakunya CyberLaw di Indonesia. Kita lihat saja saat ini, apabila pemerintah menemukan CyberCrime di Indonesia, maka mereka "terpaksa" mengkaitkan CyberCrime tersebut dengan hukum yang ada, sebut saja KUHP, yang ternyata bukanlah hukum yang pantas untuk sebuah kejahatan yang dilakukan di CyberSpace. Akhirnya pemerintah, dalam hal ini POLRI, sampai saat ini ujung - ujungnya lari ke CyberLaw Internasional yang notabene berasal dari AS.
Berdasarkan sikap pemerintah diatas, menurut RM. Roy Suryo, pada waktu dulu selalu saja menganaktirikan Informasi yang berasal dari Internet. Bagi pemerintah, internet tersebut lebih banyak memberikan mudharat dari pada manfaatnya. Sehingga, image internet itu sendiri di masyarakat lebih terasosi sebagai media pornografi. Padahal di negara - negara maju, sebut saja USA, Singapura, dan Malaysia, mereka telah dapat memposisikan internet sebagai salah satu pilar demokrasi di negaranya, bahkan untuk Malaysia dan Singapura, mereka benar - benar memanfaatkan internet sebagai konsep Visi Infrastruktur Teknologi mereka. Meskipun demikian, Indonesia ternyata juga memiliki konsep yang serupa dengan hal yang disebut diatas, yaitu Nusantara 21, akan tetapi muncul kerancuan dan kebingungan masyarakat terhadap kontradiksi sikap pemerintah tersebut, sehingga masyarakat menjadi tidak percaya atau ragu - ragu terhadap fasilitas yang terdapat di internet. Hal ini merupakan faktor tambahan kenapa Indonesia cukup ketinggalan dalam menerapkan CyberLaw. Adanya masa kekosongan CyberLaw ini di Indonesia, tentu saja membuat para hacker merasa leluasa untuk bertindak semaunya di CyberSpace, untuk mengantisipasi tindakan tersebut, saat ini para pakar teknologi kita seperti RM. Roy Suryo dan Onno W. Purbo bekerja sama dengan berbagai pihak, baik dari pemerinta maupun swasta, membuat rancangan CyberLaw. Mengenai rancangan CyberLaw ini, mengingat bahwa karakter CyberSpace selalu berubah cepat dan bersifat global, sehingga bentuk CyberCrime dimasa depan sangat sulit diramalkan. RM. Roy Suryo berpendapat sejak dulu bahwa sejak dulu piranti hukum selalu ketinggalan dengan teknologinya, sehingga dalam CyberLaw ini nantinya akan terdapat beberapa pasal yang bersifat terbuka, artinya selain pasal - pasal tersebut bisa diamandemen, juga dpat dianalogikan terhadap hal - hal yang bersifat global.
Landasan Hukum CyberCrime di Indonesia, adalah KUHP (pasal 362) dan ancaman hukumannya dikategorikan sebagai kejahatan ringan, padahal dampak yang ditimbulkan oleh CyberCrime bisa berakibat sangat fatal.



pentingnya mempelajari akuntansi syari'ah

Posted by ana khumairoh On 15.38


BAB I
PENDAHULUAN

   A.  Latar Belakang
‘’Akuntansi adalah simbol’’, demikian kata orang interaksionis simbolik. Sebagai simbol, akuntansi tidak memiliki makna dalam dirinya sendiri, kecuali dimaknai oleh individu-individu sebagai anggota masyarakat melalui proses interaksi sosial (interaksi simbolik). Dan simbol tersebut membuka kemungkinan terbentuknya banyak makna.  Sebuah simbol sangat besar kemungkinanya untuk tidak memiliki makna tunggal. Oleh karena itu, akuntansi melalui proses interaksi tadi, bisa memiliki makna  yang berbeda bagi orang yang berbeda.
Faktor-faktor seperti: kondisi perubahan sistem politik, ekonomi, sosial, budaya, peningkatan kesadaran keagamaan, semangat revival, perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan dan pertumbuhan pusat-pusat studi, dan lain-lainnya dari umat islam, semuanya berinteraksi seara kompleks dan akhirnya melahirkan paradigma syariah dalam dunia perakuntasian.
Secara lebih sederhana dan konkret, lahirnya paradigma akuntansi syariah tidak terlepas dari faktor berkembangnya wacana ekonomi islam modern yang sejak tiga dekade terakhir ini semakin marak.
Wacana ini semakin kongkret ketika sebagian dari sistemnya, yaitu sistem perbankan syariah dipraktikan. Lembaga keuangan syariah berkembang dengan baik ke berbagai sudut penjuru ke negeri-negeri non-muslim seperti Amerika Serikat, inggris, Swiss dan lain-lainya.
Dengan perkembangan bank syariah tersebut, akutansi mau tidak mau juga terkena imbasnya. Hal ini memang sangat mungkin, karena bentuk akuntansi itu sendiri disatu sisi dipengaruhi oleh lingkunganya. Analogi dengan pemikiran tersebut akuntansi syariah hadir karena dipengaruhi oleh dalam pengertian yang sempit dalam praktik perbankan syariah. Dan jika sudah terbentuk lingkunganya, maka ia akan mempengaruhi penggunaanya dalam proses pembentukan realitas.
Dalam makalah ini, kami tidak berusaha untuk menyederhanakan atau mengidentififkasi akuntansi syariah dengan akuntansi untuk bank syariah. Karena lahirnya pemikiran syariah tidak sekadar dipengaruhi oleh praktik perbankan syariah, tetapi juga dipengaruhi oleh berkembangnya pemikiran konsep yang sifatnya sangat filosofis. Artinya, pemikiran akuntansi syariah tidak terbatas pada praktik akuntansi di bank syariah, tetapi mencakup pemikiran konsep akuntansi untuk semua jenis entitas bisnis lainya selain bank syariah.





















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah dan Pengertian Akutansi Syariah
Kata sejarah berasal dari kata Arab al-syajaroh yang berarti pohon. Kata sejarah sebenarnya mengandung dua pengertian, yakni apa yang telah terjadi di masa lampau. Kata Inggris untuk sejarah adalah history, yang berasal dari kata Yunani Istoria. Istoria semula mengandung pengertian penjelasan  sistematis mengenai seperangkat gejala alam. Namun, dalam perkembanganya hanya menunjukan pengertian penjelasan mengenai gejala-gejala, terutama hal ihwal manusia, dalam urutan kronologis, sejarah dalam pengertian kedua inilah yang dimaksudkan ketika seorang belajar sejarah, sedangkan pengertian pertama menjadi acuan. Dengan demikian, dalam belajar sejarah orang berusaha untuk mengerti apa yang terjadi di masa lampau dan hasil usahanya itu tertulis dalam cerita yang disebut sejarah.[1]
Akuntansi berasal dari kata account yang selanjutnya di kenal accounting yang lebih menunjukan kegiatannya. Dan Akuntansi dapat didefinisikan sebagai seperangkap konsep dan teknik yang digunakan  untuk menghasilkan informasi keuangan suatu unit ekonomi yang berguna bagi berbagai pihak untuk mengambil keputusan. Istilah akuntansi menurut American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) dalam Accounting Terminology Bulletin No.1 (1953) yang diterbitkan oleh Accounting Principles Board (APB) menyatakan bahwa akuntansi merupakan sebuah seni.  Dasar pemikiran dari yang mendasari bahwa akuntansi didefinisikan sebagai sebuah seni adalah dikarenakan akuntansi menyediakan berbagai metode maupun prosedur yang dapat dipilih oleh managemen perusahaan. Disamping akuntansi didevinisikan sebagai seni, dalam A Statement of Basic Accounting Theory, American Accounting Association (AAA), mendefinisikan akuntansi sebagai sebuah proses. Yaitu poses identifikasi, mengukur, dan mengomunikasikan informasi ekonomi, yang memungkinkan untuk pengambilan keputusan oleh pihak yang menggunakan informasi. Perkembangan akuntansi yang semakin kompleks, membuat AICPA merumuskan kembali definisi akuntansi, yaitu akuntansi merupakan sebuah aktivitas jasa.         [2]
Dari definisi tersebut, akuntansi memberikan aktivitas jasa yang sangat penting bagi lingkugan bisnis. Akuntansi melaporkan transaksi-transaksi yang telah terjadi dan menuangkannya dalam informasi, yang kemudian dari infomasi tersebut akan sangat berguna untuk pengambilan keputusan untuk masa yang akan datang, bagi para pengguna informasi.
Istilah akuntansi syariah berawal dari PhD penulis yang berjudul Shari’ate Organisation and Accounting: The Reflection of Self’s Fath and Knowledge tahun 1995 di University of Wollongong, Australia. lalu kemudian di terjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Organisasi dan Akuntansi Syariah yang diterbitkan tahun 2000 di Yogyakarta oleh LkiS. Istilah tersebut muncul pada pertengahan 1997 ketika Harian Republika mengekspos penulis dengan topik pembicaraan Akuntansi Syariah. Sejak itu Akuntansi Syariah mulai ada dan berkembang di Indonesia.
Pada tahap awal, istilah Akuntansi Syariah merupakan pemicu bagi lahirnya Akuntansi Syariah pada tingkat wacana (discourse). Dan ini ternyata mempunyai dampak yang sangat positif. Beberapa tulisan dengan tema ini telah muncul dalam bentuk artikel, seminar, konferensi internasional, buku, skripsi dari beberapa mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Universitas Padjajaran, Universitas Indonesia, dan Universitas Muhamadiyah Malang.[3]
Maka dari itu, pada tatanan konsep Akuntansi Syariah merupakan sebuah wacana yang bisa digunakan untuk berbagi ide, konsep dan pemikiran tentang Akuntansi Syariah itu sendiri. Wacana tersebut dapat seterusnya berada pada tatanan konsep, tetapi bisa juga diturunkan ke tatanan yang lebih praktis. Yang pertama cenderung untuk mengembangkan  akuntansi syariah sebagai kajian filosofi-teoritis yang memberikan payung untuk derivasi konkret dalam bentuk praktik. Sedangkan yang kedua lebih menekankan pada bentuk praktik dan kebutuhan pragmatis.
Akuntansi Syariah adalah ilmu sosial profetik yang menurunkan ajaran normatif al-quran dalam bentuk yang lebih kongkret.[4]  Konsep dasar Akuntansi syariah dapat dilihat dalam surat Al-Baqarah ayat 282 disebutkan:
  “hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaknya seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskanya sebagaimana Allah SWT telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu berimlakan apa yang ditulis itu, dan hendaklah ia bertaqwa kepada allah SWT, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Jika ia berutang itu orang yang lemah akal atau lemah keadaanya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan dengan jujur dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-laki diantara kamu dan seterusnya....’’[5].

Dalam ayat di atas disebutkan kewajiban bagi umat islam untuk menulis setiap transaksi yang masih belum tuntas. Dalam ayat ini jelas sekali tujuan perintah ini untuk menjaga keadilan dan kebenaran. Artinya perintah itu ditekankan pada kepentingan pertanggungjawaban (accountability) agar pihak yang terlibat dalam transaksi itu tidak dirugikan, tidak menimbulkan konflik, dan adil sehingga perlu adanya saksi. Al-quran melindungi kepentingan menjaga terciptanya keadilan dan kebenaran, oleh karenanya tekanan dari akuntansi bukan pengambilan keputusan tetapi pertanggungjawaban. dan sesuai dengan konsep islam.

B.     Prinsip-Prinsip Akuntansi Syariah
Akutansi berfungsi sebagai penyedia data guna penyusunan laporan keuangan dengan syarat datatersebut harus bersifat objektif dan informatif bagi kepentingan berbagai pihak yang terkait dengan perusahaan.Agar dapat memenuhi fungsinya diperlukan seperangkat prinsip dan konsep akuntansi dalam pencatatan data dan penyusunan laporan keuangan perusahaan. Prinsip dan konsep akuntansi tersebut diantaranya:
1.      Konsep Kesatuan Usaha (Business entity)
Konsep ini menyatakan bahwa pencatatan kegiatan perusahaan itu harus dipisahkan dari kegiatan pemiliknya atau rumah tangga pemiliknya.
2.      Konsep Kelangsungan Hidup (going concern)
Perusahaan didirikan tidak untuk sementara waktu, tetapi diharapkan berjalan terus sepanjang waktu. Azaz bahwa perusahaan hidup sepanjang waktu tersebut akan mempengaruhi metode penilaian.
3.      Konsep Harga Pokok (cost)
Sehubungnya dengan konsep kedua tersebut di atas, data akuntansi akan dicatat menurut harga perolehanya (at cost) pada waktu peristiwa itu terjadi dan tinggal tetap demikian dalam catatan atau laporan akuntansi karena ini merupakan pendekatan yang paling objektif.
4.      Konsep satuan Pengukuran (unit of meansurement)
Pencatatan data akuntansi digunakan satuan ukuran uang(rupiah). Fluktasi nilai uang dianggap tidak ada pengaruhnya terhadap jumlah-jumlah yang ditunjukan dalam laporan keuangan perusahaan. Nilai uang dianggap stabil (citeris paribus).
5.      Konsep Periode Waktu (time period)
Oleh karena aktifitas perusahaan berjalan sepanjang waktu, proses penyajian kondisi keuangan dan hasil perusahaan perlu di pecah dalam period-periode tertentu. Jangka waktu satu tahun umumnya merupakan periode akuntansi yang lazim.
6.      Konsep Objektifitas (objective evidence)
untuk keperluan pencatatan akuntansi dibutuhkan dukungan bukti-bukti transaksi yang bersifat objektif dan dapat diuji kebenaranya.
7.      Konsep Keterbukaan (disclosure)
Semua fakta-fakta perlu diungkapkan secara terbuka supaya laporan kondisi keuangan dan hasil usaha perusahaan sedapat mungkin bersifat informatif dan memberi arti (tidak menyesatkan) bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
8.      Konsep Konsistensi (consistency)
Di dalam akuntansi terdapat beberapa metode yang dapat dipergunakan, misalnya adalam hal menilai persediaan, menentukan besarnya penyusutan, menaksir kerugian piutang yang tidak dapat ditaggih. Akuntansi harus memilih salah satu metode yang paling sesuai dengan kebutuhan. Sekali satu metode telah dipilih, maka secara konsisten harus dipertahankan terus dari periode ke periode.
9.      Konsep Konservatisme ( conservatism)
Umumnya konservatisme diartikan sebagai mencatat aset dengan harga yang lebih erendah dari harga perolehnya (cost) atau mencatat hutang dengan nilai yang lebih tinggi (over stated). Selain itu, konservatisme juga di beri makna akuntan mengikuti prinsip mengakui kemungkinan rugi yang akan terjadi, tetapi tidak mengantisipasikan laba yang belum direalisir.[6]

C.     Penggolongan Akuntansi
Secara garis besar, akuntansi dapat digolongkan kedalam dua golongan besar akuntansi, yaitu :
1.      Akuntansi Keuangan
Akuntansi keuangan merupakan bidang akuntansi  yang melakukan pencatatan  dan pelaporan keuangan  yang terutama ditujukan untuk pihak eksternal dalam bentuk laporan keuangan bertujuan umum, misalnya investor, kreditor, pelanggan, pemasok, pemerintah, masyarakat, dan karyawan. Laporan keuangan yang dihasilkan berupa neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas. Informasi yang disajikan oleh akuntansi keuangan juga bermanfaat bagi manajer perusahaan itu sendiri untuk mengevaluasi kinerja ekonomi perusahaan. Informasi yang disajikan oleh akuntansi keuangan  keuangan harus sesuai dengan ketentuan yang digariskan dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK), karena pemakainya adalah pihak eksternal
2.      Akuntansi Manajemen
Akuntansi manajemen atau akuntansi manajerial adalah akuntansi yang menggunakan  data-data akuntansi keuangan dan data-data taksiran yang berguna bagi manajemen untuk menjalankan aktifitas perusahaan dan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan masa yang akan datang, misalnya keputusan penerimaan atau penolakan pesanan khusus, penentuan harga jual, dan sebagainya. Dikarenakan penggunanya adalah pihak internal, maka informasi yang disajikan disesuaikan dengan kebutuhan manajemen.[7]
D.    Pendorong Munculnya Akuntansi Syariah
Munculnya akuntansi islam ini di dorong oleh berbagai hal seperti:
1.      Meningkatnya religiousity masyarakat.
2.      Meningkatnya tuntutan  kepada etika dan tanggung jawabsosial yang selama ini tampak diabaikan oleh akuntansi konvensional.
3.      Semakin lambanya akuntansi konvensional mengantisipasi tuntutan  masyarakat khususnya mengenai penekanan pada keadilan, kebenaran, dan kejujuran.
4.      Kebangkitan umat islam khususnya kaum terpelajar yang merasakan kekurangan yang terdapat dalam kapitalisme barat.
5.      Perkembangan atau anatomi disiplin akuntansi itu sendiri.
6.      Kebutuhan akan sistem akuntansi dalam lembaga bisnis syariah seperti bank, asuransi, pasar modal, tradng, dll.
7.      Kebutuhan yang semakin besar pada norma perhitunganzakat dengan menggunakan norma akuntansi ysng sudah mapan sebagai dasar perhitungan.
8.      Kebutuhan akan pencatatan, pertanggungjawaban, dan pengawasan harta umat misalnya dalam Baitul Mal atau kekeyaan milik umat islam atau organisasinya.[8]





E.     Persamaan dan Perbedaan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional
1.      Persamaan akuntansi Syariah dengan Akuntansi konvensional yaitu:
a.       Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonominya.
b.      Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan.
c.       Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal.
d.      Prinsip kesaksian dalam pemakaian dengan prinsip penentuan barang.
e.       Prinsip perbandingan (muqobah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya).
f.       Prinsip kontinuitas (istimsariah) dengan kesinambungan perusahaan.
g.      Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
2.      Perbedaan akuntansi syariah dengan akuntansi konvesional yaitu:
a.       Modal dalam konsep akuntansi konvesional terbagi 2 bagian yaitu, modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar). Sedangkan didalam konsep islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock) selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang.
b.      Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menaggung semua kerugian dalam perhitungan, serta menyampaikan laba yang bersifat mungkin. Sedangkan konsep islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko.
c.       Konsep konvensioanal meneapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual beli, sedangkan konsep islam memakai aqidh bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun belum. Akan tetapi jual beli dalah suatu keharusan untuk mengatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.[9]

F.     Kegunaan Mempelajari Akuntansi Syariah
Sebagaimana telah dipaparkan diatas, akuntansi islam adalah salah satu ilmu, disiplin ilmu dan sistem akuntansi sebagaimana  sistem akuntansi kapitalis. Mempelajari akuntansi islam sudah merupakan keharusan dalam ekonomi yang semakin global ini. Hal ini misalnya didorong oleh:
1.      Munculnya kesadaran orang membayar zakat baik zakat pribadi maupun zakat perusahaan.
2.      Munculnya berbagai yayasan atau organisasi islam yng memerlukannya.
3.      Semakin banyaknya lembaga bisnis yang menerapkan syariat islam akan memerlukan akuntansi islam dan tenaga yang menguasainya. Keberadaan lembaga ini entu membuka peluang untuk masyarakat luas bekerja sama dengan lembaga ini. Misalnya jika ada bank yang dijalankan secara syariah seperti bank muamalat maka bank lain atau perusahaan lain yang ingin meminjam ayau ingin kerjasama, join financing, pinjaman, atau sindikat maka mau tidak mau perlu megetahui sistem akuntansi lembaga yang ingin bekerja sama ini.
4.      Demikian juga dengan skala internasional, maka semakin banyak negara yang akan menerapkan model akuntansi islam ini.[10]
Adapun pentingnya akuntansi syariah mendukung bank syariah dalam upaya pengembangan bank syariah yakni tercapainya beberapa sasaran berikut:
1.      Terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional perbankan.
Hal ini ditandai dengan tersusunya norma-norma keuangan syariah terstandarisasi, terwujudnya mekanisme kerja yang efisien bagi pengawasan prinsip syariah operasional perbankan, baik instrument maupun badan yang terkait dan redahnya tingkat keluhan masyarakat dalam hal penerapan prinsip syariah dalam setiap transaksi.
2.      Diterapkanya prinsip kehati-hatian dalam opersional perbankan.
3.      Tercapainya tujuan untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kgiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana.
4.      Sebagai alat penanggung jawaban kepada Tuhan yang maha memiliki dengan mengimplementasikan dalam bentuk menjadikan zakatsebagai tujuan utamapenyediaan informasi akuntansi.[11]
5.      Agar akuntansi syariah dijadikan ciri khas dalam perbankan islam karena akuntansi syariah memiliki beberapa perbedaan dengan akuntasi konvensional.
6.      Akuntansi berperan memberikan informasi yang sangat dibutuhkan manajemen dalam melaksanakan fungsi-fungsinya yaitu: perencanaan (planning),  pengorganisasian(organizing),  pengarahan(actuating), pengawasan(controling). 
Jadi,  dalam mempelajari akuntansi syariah ini sangatlah baik bagi bank syariah dan khususnya sendiri akan masyarakatnya untuk mengetahui sejauh mana ilmu tentang akuntansi syariah. Agar tehindar dari praktik ketidakadilan dan praktik kecurangan karena didalam konsep akuntansi syariah sangat berpedoman dengan al-Qur’an dan hadist Nabi SAW. Dan dalam pengembanganya kerangka prinsip konvensional yang sesuai dengan syariah.


                              BAB III
                            PENUTUP

A.     Kesimpulan
Akuntansi syariah yaitu akuntansi yang berbasis syariah islam sehingga dalam penerapan diperlukan pemahaman mengenai syariah islam, sedangkan cara dan metode pencatatan dalam pembukuan sama halnya dengan akuntansi konvensional.
Pada saat sekarang ini transaksi akuntansi syariah sedang mengalami peningkatan baik di Indonesia sendiri maupun di tingkat internasional, hal ini dikarenakan penerapan sistem akuntansi syariah yang menggunakan sistem bagi hasil pada setiap asset dan memberikan tanggung jawab baik secara horizontal maupun vertikal.
Dilihat dari perbedaan akuntansi syariah dan konvensional, penggunaan metode akuntansi syariah seharusnya lebih diterapkan baik di lembaga, perusahaan maupun masyarakat. Namun faktanya pada zaman ini masih banyak yang menggunakan metode akuntansi konvensional karena tergiur oleh bunga yang dijanjikan. Padahal bunga adalah riba dalam hukum islam.











                                                   Daftar Pustaka

Dwi Swiknyo, Pengantar Akuntansi Syariah, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010).
Iwan Triyuwono, Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2006).
Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,2000).
Partiwi Dwi Astuti, Akuntansi Keuangan Dasar 1, (Yogyakarta: C A P S,2012)
Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta: PT. Bumi aksara,2004),
http://www.slideshare.net/capsoul/konsep-akuntansi-syariah, 24/03/2014, html.http://arioonyon.blogspot.com,arioonyo,pentingnya-akuntansi-syariah, 2013/06/,html.

                                                                             


[1] Dwi Swiknyo, Pengantar Akuntansi Syariah, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010), hal.2
[2] Partiwi Dwi Astuti, Akuntansi keuangan dasar 1, ( yogyakarta: CAPS, 2012), hal.3-4
[3] Iwan Triyuwono, Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2006), hal.24-25.
[4] Ibid, hal. 13.
[5] Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,2000).
[6] Ibid, Dwi Suwiknyo, hal.6-8.
[7] Ibid,Partiwi Dwi Astuti, hal.8-9.
[8] Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta: PT. Bumi aksara,2004), hal.10-11.
[10] Ibid, sofyan syafri Harahap, hal.11-12.
[11] http://arioonyon.blogspot.com,arioonyo,pentingnya-akuntansi-syariah, 2013/06/,html.