Senin, 15 Desember 2014

Posted by ana khumairoh On 15.29
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagaimana lembaga keuangan lain terutama bank – bank yang membuka  layanan berbasis Syariah, maka Pegadaian pun demikian. Pembukaan Pegadaian berbasis Syariah pertama kali pada tahun 2003 dengan dibukanya Unit Layanan Pegadaian Syariah (ULGS) Dewi Sartika, Jakarta Timur.  Pembukaan Pegadaian berbasis Syariah merupakan respon positif Manajemen Pegadaian terhadap keinginan sebagian masyarakat  muslim  untuk menghadirkan transaksi keuangan yang  sesuai dengan Syariat Islam. Lembaga-lembaga Pegadaian Syariah saat ini semakin banyak dan menyebar, mengindikasikan bahwa Pegadaian Syariah mempunyai prospek pertumbuhan yang baik. Kehadiran Pegadaian Syariah menjadi menarik dan membuat penasaran bagi masyarakat terlebih mereka yang sudah menjadi nasabah Pegadaian.  Sepertinya  di balik daya tarik dan pertanyaan sebagian masyarakat tentang Pegadaian Syariah tertanam harapan mereka bahwa Pegadaian Syariah memberikan pelayanan yang lebih syar’i dari pada Pegadaian Konvensional.  Harapan – harapan yang ditangkap  Manajemen Pegadaian dengan kehadiran Pegadaian Syariah seperti harapan”pegadaian syariah lebih murah dari pada pegadaian konvensional. Mengapa? Jawabannya adalah karena syariah, jadi karena syariah itulah hendaklah lebih murah....!” . tetapi benarkah kenyataan demikian? Berikut ini di berikan ilustrasi perbandingan: Dari ilustrasi perbandingan diatas dapat kita ketahui, dengan nilai pinjaman yang sama Rp 4.000.000, nilai taksiran barang gadai Rp 4.347.826,dan golongan marhun bih adalah B3 serta lama waktu pengkreditan sama-sama 22 hari, ternyata besarnya biaya ijaroh yang menjadin kewajiban nasabah pegadaian syariah adalah (Rp.92.700) hampir sama atau bahkan lebih mahal di banding bunga yang ada di pegadaian konvensional (Rp.92.000). Hal ini berarti, identitas syariah yang digunakan oleh pegadaian syariah sama sekali tidak berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan oleh seorang penggadai. Persoalan pegadaian syariah dan pegadaian konvensional yang memiliki banyak kesamaan tidak memberikan arti penting dalam menjawab persoalan syariah seputar masalah gadai. Secara essensial antara pegadaian syariah dan pegadaian konvensional tidaklah berbeda justru kalau dikaji dari segi kemaslahatan pegadaian syariah lebih banyak membebani penggadai daripada pegadaian konvensional. Yang menjadi pertanyaan besar penulis adalah motif dikeluarkannya peraturan yang terkait dengan  pegadaian syariah itu seperti apa. Kalau misalnya kata syariah hanya untuk menarik pelanggan yang mayoritas muslim jelas ini sudah menyalahi ketentuan syariat islam yang diturunkan oleh Allah. Dan mencaplok nama syariah pada pada bidang bisnis jelas merupakan pelanggaran yang tidak bermoral. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan ” apakah cara bermuamalah seperti inikah yang dianggap lebih adil, yang di wenangkan oleh syar’i? Apakah pegadaian konvensional lebih memberatkan dari pada pegadaian syariah, atau bahkan sebaliknya? Pertanyaan- pertanyaan seperti ini memang sering muncul. Hal ini wajar saja karena seharusnya pegadaian syariah hadir untuk menghapus pembebanan bunga yang ada di pegadaian konvensional. Bukan malah mengganti sistem bunga dengan akad ijaroh. Karena sungguh tidaklah masuk akal barang gadai yang difungsikan sebagai kepercayaan pemilik hutang yang apabila ia tidak sanggup melunasinya tetapi malah dikenai biaya penyewaan tempat yang besarnya hampir sama dengan sistem bunga. Dari segi penggunaan istilah tertutama istilah ijarah yang digunakan oleh pegadaian syariah untuk memungut biaya penyimpanan barang jaminan penggadai sebenarnya memiliki essensi yang sama dengan bunga yang dipergunakan oleh pegadaian konvensional terhadap uang pinjaman. Dengan menggunakan siklus empat bulanan terhadap tarif ijaroh akan sulit kita membedakan dengan pegadaian konvensional. Sehingga yang terjadi adalah bukan perbedaan dari segi esensi, tetapi hanya dalam penggunaan istilah. Hal menarik yang patut dicermati sebagaimana yang dikatakan oleh Abdul Manan dalam bukunya ekonomi islam adalah jangan sampai praktik ekonomi islam memakai nama dalam bentuk syariah dengan esensi riba yang sama. Hal ini akan sangat mencoreng citra syariah sebagai ajaran yang berasal dari Allah. حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِبْنُ أبىِ شَيْبَةَ، ثَنَا وَكِيْعً عَنْ زَكَرِيَّا، عَنِ الشَّعْبِىِّ، عَنْ اَبىِ هُرَيْرَةَ: قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلظًّهْرُ يُرْكَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُوْنًا، وَلَبَنُ الدَّارِ يُشْرَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا. وَعَلىَ الَّذِى يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ نَفَقَتُهُ Arti hadis: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Zakariya dari Asy Sya'bi dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Punggung kendaraan boleh dinaiki jika tergadai, susu boleh diminum jika tergadai, dan bagi orang yang menaiki dan meminum wajib memberikan nafkahnya (biaya perawatan)." Dari penjelasan hadis diatas, kita dapat mengetahui pemanfaatan barang gadai hanya boleh dilakukan hanya sekedar pengganti biaya pemeliharaan yang apabila tidak dirawat akan menyebabkan marhun rusak. Karena dengan akad rahn tidak dapat begitu saja berpindah kepemilikan walaupun hanya memanfaatkan saja. Kepemilikan marhun tetap ada ditangan rahn. Dalam pergadaian modern saat ini biasanya nasabah hanya menggadaikan benda-benda kecil seperti perhiasan, surat-surat berharga, BPKB motor dan BPKB mobil, dan lain sebagainya, yang memang barang tersebut memerlukan biaya administrasi. Tetapi apabila difikirkan biaya tersebut tidak harus digantungkan dengan besarnya pinjaman atau lamanya waktu, atau bahkan besarnya sama dengan sistem ribawi. Saya (penulis) pernah berdiskusi dengan salah satu mahasisiwa ekonomi syariah yang terkenal bijaksana dan luas pengetahuannya dia mengatakan “ kasus seperti ini adalah merekayasa hukum Allah atau yang disebut hilah (akan dibahas pada materi berikutnya). Kita ambil contoh ilustrasi pada materi awal, perolehan pendapatan pegadaian konvensional Rp. 92.000, yang diperoleh dari bunga. Karena bunga dianggap riba, sedang riba diharamkan oleh syara’. maka supaya tidak terkena hukum riba, pegadaian syariah mengganti sistem ribawi dengan sistem ijaroh yang pada endingnya tidak mengurangi beban pembiayaan nasab dengan beban bunga. Dalam pegadaian sistem bunga, maka besarnya pembiayaan diperoleh dari semakin lama waktu kredit dan besarnya pinjaman. Hal ini tidak berbeda dengan sistem ijaroh, semakin lama jangka waktu pelunasan maka semakin besar pula biaya yang menjadi kewajiban nasabah. Hal inilah yang menjadi alasan kelompok yang kontra terhadap lembaga keuangan syariah,dengan menganggap hal ini ter masuk hilah. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk membahas fenomena tersebut dengan rumusan masalah sebagai berikut apa yang dimaksud pegadaian syariah dan pegadaian konvensional? Bagaimana mekanisme pembiayaan dalam pegadaian syariah dan konvensional ? Bagaimana perbedaan secara sepesifik mekanisme pembiayaan kedua lembaga tersebut? Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui pengertian pegadaian syariah dan konvensional. Mengetahui meknisme pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga pegadaian konvensional maupun syariah. Mengetahui dan menganalisis perbandingan teknis mekanisme pembiayaan lembaga pegadaian konvensional maupun syariah. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini: Bagi penulis; penelitian ini dilakukan untuk menambah khasanah keilmuan penulis serta menghilangkan/ menjawab keraguan mengenai hukum syara terhadap lembaga pegadaian konvensional maupun syariah.’. Bagi Umum; memberikan kesadaran terhadap orang lain untuk mempertimbangkan atau meneliti sesuatu yang berlabel syariah. sebagaimana yang dikatakan oleh Abdul Manan dalam bukunya ekonomi islam adalah jangan sampai praktik ekonomi islam memakai nama dalam bentuk syariah dengan esensi riba yang sama. Hal ini akan sangat mencoreng citra syariah sebagai ajaran yang berasal dari Allah .. Sistmatika Pembahasan Sistematika dalam penulisan ini adalah: Bab I Pendahuluan, yang terdiri da
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar